Gambar 1. Cacing Tanah
(Sumber : gardening.usask.ca)
Kualitas tanah yang rata-rata relatif rendah menjadi salah satu penyebab utama rendahnya produktivitas lahan pertanian. Kualitas tanah sendiri sering didefinisikan sebagai kemampuan alami tanah untuk menghasilkan hasil tanaman yang memadai dan berkualitas tinggi, sekaligus menjaga kesehatan manusia dan hewan tanpa merusak sumber daya alam (Doran & Parkin, 1994). Sayangnya, penurunan kualitas lahan atau degradasi tanah banyak disebabkan oleh aktivitas manusia yang tidak menerapkan sistem pengelolaan lahan yang tepat dan berkelanjutan (Kurnia et al., 2005). Oleh karena itu, upaya pemulihan dan peningkatan kualitas tanah menjadi sangat penting untuk mendukung keberlanjutan produksi pertanian.
Salah satu agen alami yang memiliki peranan penting dalam menjaga dan meningkatkan kualitas tanah adalah cacing tanah. Meskipun sering dianggap menggelikan, cacing tanah merupakan penghuni berbagai jenis tanah, mulai dari pekarangan rumah, persawahan, tegalan, hingga hutan. Cacing tanah, khususnya yang berasal dari famili Megascolecidae (Lumbricus terrestris), termasuk dalam kelompok Annelida atau cacing bersegmen yang terdiri dari sekitar 6.000 spesies. Mereka berfungsi sebagai pelapuk dan penghancur bahan organik, seperti sisa tanaman dan hewan, yang sangat bermanfaat dalam proses pembentukan dan pemulihan tanah. Namun, perlu diingat bahwa tidak semua cacing bersifat menguntungkan, karena ada beberapa spesies yang merupakan parasit atau parasit fakultatif (Anggriani et al., 2015).
Keberadaan cacing tanah dalam jumlah yang cukup banyak menandakan bahwa tanah tersebut memiliki kondisi yang aman dan nyaman bagi mikroorganisme lain, terutama dekomposer. Dengan adanya cacing tanah sebagai dekomposer, proses penguraian bahan organik menjadi humus dan unsur hara dapat berlangsung lebih efisien dan optimal. Selain itu, aktivitas cacing tanah juga membantu pelapukan mineral, memperbaiki struktur tanah, serta meningkatkan aerasi dan drainase. Berbagai proses ini secara keseluruhan berkontribusi pada peningkatan kesuburan tanah, yang pada akhirnya mampu meningkatkan produktivitas lahan secara signifikan.
Bila ketersediaan lahan untuk pertanian masih mencukupi, pemulihan lahan yang telah mengalami penurunan kualitas bisa dilakukan secara alami, misalnya dengan membiarkan lahan tersebut selama bertahun-tahun agar proses pemulihan berlangsung secara alami sebelum dibuka kembali. Namun, cara seperti ini sangat sulit diterapkan saat ini, terutama di daerah dengan kepadatan penduduk tinggi dan kepemilikan lahan yang sempit. Oleh karena itu, diperlukan metode yang lebih efisien dan cepat untuk mempercepat pemulihan kualitas lahan yang telah mengalami degradasi. Pemanfaatan cacing tanah sebagai bahan pembenah tanah alami menjadi solusi yang sangat potensial karena mampu memperbaiki kesuburan tanah secara efektif dalam waktu yang lebih singkat tanpa merusak lingkungan (Dariah et al., 2015).
Penurunan kualitas tanah yang semakin meluas menuntut adanya strategi perbaikan tanah yang efektif. Pengolahan tanah yang intensif dapat menyebabkan kerusakan tanah karena air tanah cepat menguap dan menurunkan bobot isi tanah. Untuk itu, diperlukan teknik konservasi tanah yang sederhana, efektif, dan efisien. Salah satu tekniknya, yaitu penggunaan pembenah tanah dengan bahan cacing tanah. Pembenah tanah merupakan bahan organik ataupun anorganik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas tanah, sehingga mampu mendukung pertumbuhan tanaman (Abdillah & Budi, 2021). Secara umum, cacing tanah memiliki kemampuan untuk menggemburkan tanah dan membantu proses dekomposisi bahan-bahan dalam tanah, sehingga mampu memperbaiki sifat-sifat tanah, seperti ketersediaan hara, pelapukan mineral, memperbaiki kesuburan lahan kering, dan lainnya (Harahap et al., 2023). Salah satu pemanfaatan cacing tanah sebagai pembenah tanah adalah vermikompos.
Vermikompos merupakan pupuk organik yang dihasilkan dari dekomposisi kompos oleh cacing tanah menjadi substansi halus, stabil, dan kaya nutrisi yang mudah diserap tanaman (Mayani et al., 2021). Untuk membentuk vermikompos, cacing akan memakan bahan organik yang terdapat dalam tanah. Di dalam tubuh cacing, bahan organik tersebut akan dicerna, diserap sebagian, dan diubah menjadi kotoran yang mengandung lendir, urea, dan amonia. Kandungan kotoran tersebut merupakan nutrisi yang mudah digunakan oleh mikrooganisme tanah, sehingga dapat meningkatkan aktivitas biologis tanah secara signifikan dan memperbaiki kualitas tanah. Selain itu, pergerakan cacing tanah di dalam tanah dapat membuat tanah lebih berudara dan tercampur rata yang dapat membantu mikroba bekerja lebih baik dalam menguraikan bahan organik (Insam et al., 2010).
Menurut Ghadimi et al. (2021), vermikompos lebih baik dibandingkan dengan pupuk kimia atau bahan organik biasa. Vermikompos dapat meningkatkan aktivitas enzim urease, meningkatkan jumlah dan biomassa mikroba tanah, memperbaiki fotosintesis dengan klorofil lebih tinggi, jumlah anakan dan hasil gabah meningkat, serta dapat meningkatkan penyerapan P dan K secara signifikan. Hal ini karena vermikompos dapat menyediakan nutrisi yang berkelanjutan, meningkatkan aktivitas biologis tanah, serta terjadinya efek sinergis antara vermikompos dan bakteri penghambat nitrogen. Oleh karena itu, vermikompos menjadi pilihan yang sangat baik untuk meningkatkan kualitas tanah secara alami dan berkelanjutan sehingga mendukung produktivitas tanaman.
Daftar Pustaka
Abdillah, M. H. dan I. S. Budi. 2021. Pembuatan dan hasil aplikasi bahan pembenah tanah di lahan basah sub-optimal. Buletin Profesi Insinyur, 4(1): 23-28.
Anggraini, R., S. Suhirman, dan Y. Yahdi. 2015. Studi keamanan perbandingan biochar dan tanah dengan indikator cacing serta pengaruhnya terhadap perkecambahan dan pertumbuhan kacang hijau (Phaseolus radiatus). Biota, 8(2):226-245.
Dariah, A., S. Sutono, N. L. Nurida, W. Hartatik. dan E. Pratiwi. 2015. Pembenah tanah untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Jurnal sumberdaya lahan, 9(2):67-84.
Doran JW, Parkin TB. 1994. Defining and Assessing Soil Quality, in Defining Soil Quality for a Sustainable Environment. Doran JW, Coleman DC, Bezdicek DF, Stewart BA (eds). Soil Sci. Soc. Am. (35):3-21.
Ghadimi, M., A. Sirousmehr, M. H. Ansari, and A. Ghanbari. 2021. Organic soil amendments using vermicomposts under inoculation of N2-fixing bacteria for sustainable rice production. PeerJ, 9(10833): 2-27.
Harahap, F. S., A. Cibro, I. Arman, F. A. Syawaluddin, dan A. R. 2023. Persiapan olah tanah di lahan praktek Universitas Labuhanbatu pada jenis cacing tanah di beberapa vegetasi tanaman. Jurnal Agroplasma, 10(1): 90-96.
Insam, H., I. F. Whittle, and M. Goberna. 2010. Microbes at Work From Wastes To Resources. Springer, New York.
Kurnia, U., Sudirman, K.H. and Kusnadi, H., 2005. Rehabilitasi dan Reklamasi Lahan Terdegradasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Puslittanah, Bogor.
Mayani, N., Jumini, dan D. A. Maulidan. 2021. Pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) pada berbagai dosis pupuk vermikompos dan jarak tanam. Jurnal Agrium, 18(2): 88-94.
0 Komentar