Gambar 1. Closed chamber di lahan pertanian sawah (Sumber: IRRI Education, 2024)
Pemanasan global terjadi akibat akumulasi gas-gas yang ada di atmosfer seperti CO2, CH4, N2O, dan gas-gas lainya yang dapat menimbulkan efek berkelanjutan seperti perubahan iklim dan dapat menimbulkan efek gas rumah kaca (GRK) yaitu fenomena terperangkapnya panas di atmosfer bumi (Ghassani et al., 2024). Sektor peternakan dan pertanian merupakan sumber utama emisi gas metana (CH4) di atmosfer. Data IPCC mencatat bahwa pada awal tahun 2024, konsentrasi GRK di atmosfer terus meningkat. Tingkat konsentrasi mencapai 420 ppm untuk CO2, 1.934 ppm untuk CH4, dan 336 ppm N2O. Sektor pertanian menyumbang sekitar 12 % dari total emisi global GRK. Diperkirakan sektor ini bertanggung jawab atas lebih dari 80 % emisi antropogenik N2O, 70 % emisi antropogenik NH3 yang disebabkan oleh kotoran ternak dan pemupukan kimia, serta 40 % emisi antropogenik CH4 yang disebabkan oleh fermentasi enterik (Chataut et al., 2023). Proses fermentasi rumen enterik maupun proses degradasi bahan organik kotoran ternak serta lahan padi sawah tergenang merupakan salah satu ancaman terhadap peningkatan CH4 di atmosfer (Pramono, 2016).
Pengukuran gas-gas emisi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan metode sungkup tertutup atau Close chamber method (CCM) yang dilengkapi dengan termometer (Syarifudin et al., 2021). Prinsip dari metode closed chamber yaitu, gas-gas yang dilepaskan oleh tanah dapat tertahan atau berkumpul di suatu ruang tertutup dengan ukuran tertentu seperti chamber yang nantinya akan diukur konsentrasinya pada suatu interval waktu (Nugroho, 2016).
Peningkatan emisi GRK dalam sektor pertanian menjadi tantangan tersendiri di tengah upaya global untuk menekan laju perubahan iklim. Seiring dengan permintaan pangan, tanaman padi menjadi kontributor terbesar terhadap emisi GRK, terkhususnya gas metana (CH4). Bao et al. (2024), melaporkan bahwa tanaman padi menyumbang sekitar 94% CH4 dari total emisi di sektor pertanian. Diperkirakan ladang padi memproduksi gas metana sebesar 24 hingga 31 juta ton per tahun. Hal ini disebabkan oleh kondisi lahan tergenang yang menciptakan lingkungan anaerob sehingga menciptakan kondisi ideal bagi mikroba. Selain itu, proses nitrifikasi dan denitrifikasi merupakan mekanisme utama dalam produksi gas N2O, yang dipercepat oleh transisi kondisi tanah dari basah ke kering. Tanah juga berkontribusi terhadap pelepasan karbon ke atmosfer, dengan sekitar 10 % CO2 terlepas ke atmosfer melalui sistem tanah terestrial yang sebagian besar berasal dari dekomposisi bahan organik (Chataut et al., 2023).
Fenomena ini diperparah dengan aktivitas antropogenik lain seperti penggunaan bahan bakar fosil, deforestasi, dan alih fungsi lahan yang masif (Legg, 2021). Akibatnya, peningkatan GRK dari sektor pertanian tidak hanya berdampak pada perubahan iklim, tetapi juga mengancam produksi pangan di masa depan. Dengan kondisi tersebut, urgensi penerapan teknologi tepat guna serta peranan pertanian presisi sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Salah satu contoh implementasi pertanian presisi adalah penggunaan closed chamber untuk monitoring emisi GRK di lahan pertanian.
Pengukuran kadar gas rumah kaca pada suatu lahan menggunakan chamber dengan metode 'closed chamber' pertama kali diperkenalkan di akhir tahun 1970. Metode ini memungkinkan gas emisi yang keluar pada suatu lahan terkumpul ke dalam chamber yang kedap udara pada suatu waktu interval tertentu. Hal tersebut kemudian menghasilkan nilai flux yang dapat diukur dari hasil perubahan konsentrasi CO2, CH4, atau N2O selama beberapa waktu (Sander & Wassmann, 2014).
Closed chamber method (CCM) memiliki dua jenis pendekatan, yakni secara dinamis (Closed Dynamic Chamber/CDC) dan statis (Closed Static Chamber/CSC) (Li et al., 2020). Namun, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Heinemeyer & McNamara (2011), kedua jenis pendekatan closed chamber ini tidak memiliki perbedaan yang cukup signifikan dalam menghasilkan flux dari emisi gas rumah kaca. Meskipun demikian, CSC lebih banyak digunakan di seluruh dunia daripada CDC, terutama di negara-negara berkembang karena biayanya yang lebih murah dan tidak perlu menggunakan listrik saat pengaplikasiannya. Pada saat pengaplikasian CDC, chamber umumnya dikoneksikan ke gas penganalisis infrared (Infrared Gas Analyzer/IRGA) melalui inlet yang fleksibel dan pipa pada ujungnya, menghasilkan struktur tertutup berbentuk bulat dengan aliran gas yang konstan.
Pengukuran gas emisi menggunakan metode closed chamber secara dinamis memungkinkan pertukaran gas dengan emisi gas rumah kaca dapat langsung terukur melalui perhitungan seri regresi linier (Li et al., 2020). Sementara pada CSC, bentuk chamber biasanya berupa balok yang terbuat dari kaca plexi yang dapat dibongkar-susun sesuai dengan kebutuhan (Bai et al., 2019). Berbeda dengan CDC, pada pengaplikasian CSC dibutuhkan alat sedot (syringe) yang terbuat dari polypropylene dengan tiga jalur struktur kunci pipa yang dipasang ke chamber agar diperoleh sampel gas secara manual. Sampel gas tersebut kemudian akan diukur menggunakan Gas Chromatography (GC) untuk diukur jenis gas emisi terukur secara spesifik (Li et al., 2020).
Closed chamber method dapat dilakukan secara manual maupun otomatis. Namun, penggunaan closed chamber secara otomatis lebih memakan waktu akibat kompleksitas dan mobilitas alatnya sehingga pada pengukuran lapangan secara nyata masih kerap digunakan closed chamber secara manual (Sander & Wassmann, 2014).
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian terkhusus pada lahan sawah merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) yang signifikan. Proses anaerob pada lahan sawah tergenang menciptakan kondisi ideal bagi mikroba penghasil metana, sehingga meningkatkan emisi CH₄ secara substansial. Di sisi lain, proses nitrifikasi dan denitrifikasi pada tanah menyumbang emisi N2O. Serta emisi CO2 yang berasal dari dekomposisi bahan organik dalam tanah. Upaya mitigasi emisi GRK sangat penting untuk menekan laju perubahan iklim dan menjaga ketahanan pangan di masa depan. Metode Closed chamber menjadi alat yang efektif dalam mengukur emisi GRK secara akurat, baik melalui pendekatan dinamis maupun statis. Implementasi teknologi pertanian presisi, termasuk penggunaan closed chamber, dapat memberikan data yang lebih akurat untuk pengelolaan lahan yang lebih berkelanjutan.
Daftar Pustaka
Bai, M., H. Suter, S. K. Lam, T. K. Flesch, and D. Chen. 2019. Comparison of slant open-path flux gradient and static closed chamber techniques to measure soil N2O emissions. Atmospheric Measurement Techniques 12:1095-1102.
Bao, T., L. Wang, Y. Huang, H. Li, L. Qiu, J. Liu, and Y. Jiang. 2024. Elevated [CO2] reduces CH2 emissions from rice paddies under in situ straw incorporation. Agriculture, Ecosystems & Environment 370: 109055.
Chataut, G., B. Bhatta, D. Joshi, K. Subedi, and K. Kafle. 2023. Greenhouse gases emission from agricultural soil: A review. Journal of Agriculture and Food Research 11: 100533.
Ghassani. J. P., V. N. Pramudya, A. A. Araminta, dan A. F. Hendratmoko. 2024. Mekanisme, penyebab, dan efek rumah kaca terhadap kehidupan makhluk hidup di bumi. Jurnal Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 2(2): 1-7.
Heinemeyer, A. and N. P. McNamara. 2011. Comparing the closed static versus the closed dynamic chamber flux methodology: Implications for soil respiration studies. Plant Soil 346:145-151.
IRRI Education. 2024. GHG Emissions in Rice Systems: Basics of Mechanisms and Standards for Measurements. <https://education.irri.org/technology-transfer/ghg-emission-in-rice-system-basic-of-mechanisms-and-standard-for-measurements/>
Kennedy, J., B. Trewin., R. Betts, P. Thorne, P. Foster, P. Siegmund, and B. Naran. 2024. State of the Climate 2024. Update for COP29.
Legg, S. 2021. IPCC, 2021: Climate change 2021-the physical science basis. Interaction 49(4): 44-45.
Li, C., W. Han, M. Peng, and M. Zhang. 2020. Developing an automated gas sampling chamber for measuring variations in CO2 exchange in a maize ecosystem at night Sensors 20:1-13.
Sander, B. O. and R. Wassmann. 2014. Common practices for manual greenhouse gas sampling in rice production: a literature study on sampling modalities of the closed chamber method. Greenhouse Gas Measurement & Management 4(1): 1-13.
Pramono. A. 2016. Potensi penurunan emisi gas rumah kaca pada pengelolaan kotoran hewan sapi melalui pemberian pakan tambahan. Jurnal Lingkungan Pertanian 1(2): 111-116.
Syarifuddin. H., A. dan Suryono. 2021. Strategi mitigasi gas CH4 dari pengolahan kotoran sapi Bali. Jurnal Lingkungan Pertanian 3(1): 198-207.
Nugroho. P. A. 2016. Emisi gas rumah kaca di perkebunan karet. Jurnal Lingkungan Pertanian 35(2): 157-166.
Penulis: Rakyan Ayu Mahagiani, Faya Rizqia Putri, Farid Setiawan Suryadi
0 Komentar