Recents in Beach

September Edition - Tanah Entisol

        Di seluruh bumi ini, terdapat berbagai macam jenis tanah yang antara satu dengan yang lain memiliki ciri khas masing-masing. Untuk membedakan antara satu tanah dengan tanah lain maka dilakukan pengklasifikasian atau pengelompokan jenis-jenis tanah dengan menggunakan suatu kriteria tertentu yang hampir sama antara satu tanah dengan tanah lain. Salah satu sistem klasifikasi tanah yang digunakan di Indonesia ialah sistem klasifikasi USDA. Sistem klasifikasi USDA menggunakan enam kategori yaitu OrdoSubOrdoGreat groupSubgroupFamily, dan Seri. Terdapat 10 ordo tanah dalam sistem taksonomi USDA, salah satunya yaitu tanah entisol.

                                       


Gambar Tanah Entisol

(Sumber: Wikimedia Commons, 2005)

Tanah entisol merupakan tanah yang masih sangat muda atau tanah yang belum mengalami proses perkembangan lanjutan. Kata Ent pada kata entisol dapat diartikan sebagai recent atau baru. Tanah entisol ditandai dengan tidak adanya horizon penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik atau histik. Padanan entisol pada sistem klasifikasi lama termasuk pada tanah Aluvial atau Regosol. Tanah entisol merupakan tanah yang mempunyai kejenuhan Basa (KB) dan KTK bervariasi; pH bervariasi dari asam, netral, sampai alkalis; dan memiliki rasio C/N<20 (Karnilawati et al., 2015). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan tanah entisol antara lain iklim yang sangat kering, erosi yang kuat, pengendapan yang terus menerus, bahan induk yang sukar lapuk, bahan induk yang tidak subur, selalu jenuh air atau tergenang, waktu yang singkat serta adanya perubahan yang drastis dari vegetasi diatasnya (Gibran, 2011).

Gambar Persebaran Tanah Entisol di Indonesia

(Sumber: Kementerian Pertanian RI, 2016)

Tanah Entisol umumnya dapat dijumpai pada dataran tinggi, daerah dasar lereng pengunungan, atau pada daerah yang menjadi saluran lahar vulkan. Agihannya hampir dapat ditemui di seluruh wilayah kepulauan Indonesia, karena memang di wilayah Indonesia mudah untuk ditemukan pegunungan berapi. Tanah entisol paling banyak dan mudah ditemui terutama di Jawa, Sumatera, dan Nusa Tenggara. Luasnya kurang lebih 3 juta hektar atau sekitar 2,1 % dari keseluruhan luas lahan di Indonesia. (Gaol et al., 2014).

Tanah Entisol merupakan lahan marjinal yang memiliki sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang kurang subur karena memiliki tekstur pasir, struktur yang lepas-lepas, permeabilitas cepat, daya menahan dan simpan air yang rendah, serta hara tersedia yang rendah (Gaol et al., 2014). Tanah Entisol cenderung tidak mengalami perkembangan solum yang dalam. Hal ini dikarenakan adanya faktor iklim seperti curah hujan yang rendah di mana proses infiltrasi air dan pencucian air ke dalam solum tanah kurang. Kondisi tersebut menyebabkan tanah entisol memiliki solum A dan C yang terbilang dangkal. Solum A memiliki ketebalan yang bervariasi (10-30 cm) dan didominasi oleh mineral pasir dan kuarsa tanah, sedangkan solum C didominasi oleh batuan induk yang belum melapuk sempurna, dan sulit ditembus oleh air dan perakaran tanaman. Kondisi tersebut menjadi faktor-faktor pembatas terhadap proses budidaya tanaman (Wahyuni & Rahma., 2014).

Gambar Penambahan Bahan Organik di Lahan

(Sumber: Nurdin, 2019)

          Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas tanah yaitu dengan adanya penambahan bahan organik pada tanah entisol. Bahan organik merupakan senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi (Hanafiah, 2013). Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisika tanah yaitu memperbaiki struktur tanah, berperan dalam pembentukan agregat tanah, meningkatkan daya menahan air dan hara tanah dan meningkatkan jumlah air serta hara tersedia bagi tumbuhan. Sedangkan pada sifat kimia tanah entisol, bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation dan meningkatkan kandungan hara Ca, K, dan P pada tanah (Gaol et al., 2014). 


Sumber Referensi:

Gaol, S. K. L., H. Hanum., dan G. Sitanggang. 2014. pemberian zeolit dan pupuk kalium untuk meningkatkan ketersediaan hara K dan pertumbuhan kedelai di entisol. Jurnal Online Agroekoteknologi 2(3): 1151-1159

Gibran. 2011. Tanah Entisol. http://semangatgeos.blogspot.com/. diakses pada tanggal 5 September 2021

Ilmu Geografi. 2005. Tanah Entisol : Pengertian,Ciri, Karakteristik dan Pemanfaatan. https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/tanah/tanah-entisol . diakses pada tanggal 6 September 2021.

Karnilawati., Yuznizar., dan Zuraida. 2015. Pengaruh jenis dosis bahan organik pada entisol terhadap pH tanah dan P-tersedia tanah. Prosiding Seminar Nasional 313-318

Kementerian Pertanian RI. 2016. Basis Data Statistik Pertanian. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian. https://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/newkom.asp. Diakses pada tanggal 5 September 2021

Nurdin. 2019. Bahan organik dan pengaruhnya bagi tanah. http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/86293/BAHAN-ORGANIK-DAN-PENGARUHNYA-BAGI-TANAH/.  Diakses pada tanggal 5 September 2021

Wahyuni, S dan Rachma. 2014. Rehabilitasi lahan marginal tipe entisols melalui pembongkaran bahan induk dan penambahan bahan organik. Seminar Nasional XI Pendidikan Biologi FKIP UNS 622-628

Wikimedia Commons. 2005. Entisol. https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Entisol.jpg. diakses pada tanggal 5 September 2021

Posting Komentar

0 Komentar