Recents in Beach

Pemanfaatan Kawasan Pinggir Sungai sebagai Penahan Polutan Pupuk

 

Gambar 1. Ilustrasi Buffer Sungai

(Sumber : Planrva.org, 2022)

Sungai merupakan salah satu sumber air tawar yang menyediakan potensi air bersih untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Di Indonesia, air bersih utamanya bersumber dari air tawar seperti sungai, danau, dan waduk dengan potensi sumberdaya air rata-rata yaitu 18.845 m³/kapita/tahun (Sahabuddin, 2015). Namun, potensi air yang dapat dimanfaatkan hanya berkisar 25–35% dan selebihnya mengalir bebas ke laut (Sahabuddin, 2015). Pada kenyataannya, terdapat banyak sungai yang sudah tercemar oleh berbagai aktivitas manusia seperti pembuangan limbah rumah tangga, limbah tambang, serta limbah industri yang dibuang ke sungai secara sembarangan tanpa diolah terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas air berkaitan erat dengan perilaku dan tata kelola lahan di lingkungan sekitarnya.

Pencemaran lingkungan, terutama pencemaran air, sudah menjadi hal krusial yang perlu diperhatikan. Pertanian sebagai salah satu sektor terbesar dalam produksi pangan global menjadi kontributor utama dalam pencemaran air (Hadgu et al., 2014). Penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pertanian dapat berkontribusi terhadap penurunan kualitas air melalui pelepasan residu pestisida, pupuk, dan sumber bahan anorganik maupun organik lainnya. Polutan-polutan tersebut meluruh ke dalam air tanah melalui limpasan dan perkolasi (Hadgu et al., 2014).

Pencemaran air merupakan fenomena masuknya zat, energi, unsur, atau komponen lainnya ke dalam air yang ditandai dengan perubahan bau, rasa, maupun warna, sehingga menyebabkan kualitas air terganggu. Salah satu faktor utama penyebab pencemaran air sungai adalah pupuk yang mengandung unsur nitrogen dan fosfor (seperti pupuk urea, ZA, dan TSP) (Sahabuddin, 2015). Polutan pupuk akan meningkatkan terjadinya fenomena eutrofikasi dan pertumbuhan gulma air, sehingga dapat mengganggu kehidupan biota dalam perairan yang dicemari tersebut (Sahabuddin, 2015).

Secara umum, sungai terdiri dari tiga bagian badan sungai, yaitu bagian hulu, tengah, dan hilir. Ketiga bagian tersebut memiliki ciri khas dan karakteristiknya masing-masing (Sari, 2015). Hulu sungai merupakan daerah yang memiliki tingkat elevasi tinggi dan lereng yang terjal, seperti gunung maupun pegunungan. Dengan adanya efek gravitasi bumi, laju aliran air di hulu lebih cepat dan menyebabkan terjadinya erosi. Sedangkan bagian tengah sungai berada di daerah yang lebih rendah dari wilayah gunung, biasanya terletak pada daerah permukaan miring-landai, dan laju aliran air tidak sederas di wilayah hulu. Bagian tengah sungai sering dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan sebagai ruang untuk melakukan kegiatan pada sektor industri, peternakan, maupun pertanian.

Dalam sektor pertanian, sungai dapat dimanfaatkan sebagai saluran irigasi yang berfungsi untuk menyediakan air dan mengangkut unsur hara ke tanaman. Namun, tidak semua sungai memiliki tipe sungai yang cocok untuk irigasi. Spesifikasi seperti buffer sungai dan ukuran debit air yang ideal diperlukan agar pemanfaatan sungai efisien dan maksimal. Buffer sungai adalah suatu daerah sekitar sungai yang memiliki lebar dan jarak tertentu (Zulfikri et al., 2023). Buffer sungai memiliki peranan penting untuk menjaga kelestarian sungai, dan sering dikembangkan sebagai area penghijauan.

Buffer sungai seringkali dikaitkan dengan fenomena banjir. Banjir terjadi saat intensitas air hujan tinggi. Akibatnya, kapasitas air sungai akan melebihi tingkat maksimum dan akan menyebar ke wilayah buffer. Buffer sungai juga berkaitan dengan aktivitas pertanian, terutama dalam hal pemupukan. Pandangan petani tentang pupuk seringkali kurang tepat. Beberapa berasumsi bahwa penggunaan pupuk kimia dalam jumlah besar akan menghasilkan hasil produksi yang besar pula. Kenyataannya, penggunaan bahan agrokimia yang berlebihan  berdampak negatif terhadap kelestarian lahan dan lingkungan, karena dapat meningkatkan akumulasi polutan pupuk di lahan pertanian sehingga akan mempengaruhi kualitas air pada lingkungan tersebut, terutama pada air tanah dan sungai (Sutriadi, 2013).

Pencucian hara atau "nutrient leaching" merupakan istilah ini sering digunakan dalam pertanian dan lingkungan untuk menggambarkan proses dimana unsur hara, seperti nitrogen, fosfor, dan kalium, tersapu dari tanah atau media tanam karena air atau curah hujan yang berlebihan. Secara umum pencucian hara didefinisikan sebagai proses hilangnya hara yang terbawa melalui pergerakan air tanah dari lapisan atas ke bawah sampai pada kedalaman tertentu pada profil tanah (Oliviera et al., 2002). Presentase pencucian unsur hara (nutrient leaching percentage) sangat bervariasi tergantung pada berbagai faktor dan tidak ada presentase tetap atau universal untuk pencucian unsur hara, karena hal itu tergantung pada kondisi dan praktik khusus di suatu daerah. Namun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi yaitu jenis tanah, iklim dan curah hujan, sistem irigasi, pengelolaan unsur hara, jenis tanaman, jenis pupuk yang digunakan.

Beberapa unsur hara yang terkandung di dalam pupuk yang berpotensi mengalami proses pencucian melalui hujan diantaranya Nitrogen dan Phospat. Unsur hara Nitrogen bersifat mobile atau mudah berubah bentuk sehingga proses pencucian unsur hara nitrogen bersifat lebih intensif pada tanah pasir di area yang memiliki curah hujan tinggi atau irigasi yang berlebihan. Pencucian unsur hara Phospat dapat meningkat pada kondisi tanah yang memiliki tingkat permeabilitas atau tingkat kemampuan tanah untuk meneruskan air tinggi. Proses pencucian hara bersifat spesifik yang sangat dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia tanah, jenis pupuk dan kelarutannya, curah hujan, faktor tanaman, tindakan konservasi tanah dan air, serta berbagai faktor pedoagroklimat lainnya (Oliviera et al., 2002). Pencucian atau leaching unsur hara dapat menjadi masalah lingkungan apabila terlarut ke dalam air tanah.  Pupuk nitrogen yang tidak diserap oleh tanaman akan tercuci dari zona perakaran. Sesuai dengan sifatnya yang mudah larut dalam air maka nitrogen yang tercuci ini akan bergerak menuju perairan.  Keberadaan unsur nitrat dari pupuk nitrogen inilah pada akhirnya dapat mencemari air tanah. Pencucian unsur nitrat yang intensif terjadi dapat membahayakan kesehatan manusia. 

Buffer zone adalah suatu area yang melindungi suatu area di dalamnya dengan tujuan agar tidak terpengaruh dari area luar. Buffer zone dianjurkan untuk mengurangi difusi polutan yang berasal dari bidang pertanian. Aplikasi dari konsep buffer zone ini dapat membantu meningkatkan kualitas air pada lahan pertanian. Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa penggunaan eceng gondok (Eichhornia crassipes) menjadi tanaman air yang dapat membantu mengolah air limbah. Eceng gondok memiliki peran sebagai pelaku fitoremediasi yang baik dalam membantu menyerap limbah logam berat. Logam berat tersebut tidak hanya berasal dari limbah industri, tetapi juga dapat berasal dari limbah rumah tangga serta pertanian. Akar pada tumbuhan eceng gondok mampu melakukan penyerapan terhadap senyawa logam-logam berat yang larut di dalam air sehingga air yang disalurkan melalui saluran buffer zone tersebut akan memiliki tingkat kontaminasi logam berat yang rendah (Nurlaila et al., 2023).


Daftar Pustaka


Anonim. 2022. What is the riparian zone?. Diakses pada tanggal 12 September 2023. https://planrva.org/environment/lc_environment-of-the-study-area/

Hadgu, L. T., M. O. Nyadawa, J. K. Mwangi, dan P. M. Kibetu. 2014. Assessment of pollution in Ndarugu river due to runoff and agro-industrial wastewater disposal. Journal of Agriculture, Science and Technology, 16(2): 110-122.

Nurlaila, N., N. N. Sari, R. Mulyawan, H. Ellya, R. R. Apriani, dan S. M. Saman. 2023. Pengenalan Konsep Buffer Zone di Desa Teluk Sinar, Kabupaten Hulu Sungai Utara: Introducing Buffer Zone Concept in Teluk Sinar Village, North Hulu Sungai Regency. PengabdianMu: Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat, 8(1): 7-13.

Oliveira, M.W. Trivelin, P.C.O., Boaretto, A.E., Muraoka, T., Moratti, J. 2002. Leaching of nitrogen, potassium, calcium and magnesium in a sandy soil cultivated with sugarcane. Pesquisa Agropecuária Brasileira 37: 861-868.

Sahabuddin, E. S. 2015. Filosofi Cemaran Air. PTK Press, Kupang.

Sari, Y. C. dan N. C. Kresnanto. 2015. Kajian Hubungan Antara Model Tampungan Air dengan Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS).

Sutriadi, M. T. dan S. Sukristiyonubowo. 2013. Pencemaran Nitrat pada Air Sungai Sub DAS Klakah, DAS Serayu di Sistem Pertanian Sayuran Dataran Tinggi.

Zulfikri, A., N. A. Santoso, dan R. D. Kurniawan. 2023. Penentuan Penampungan Korban Banjir Berbasis Sistem Informasi Geografis. Jurnal Informatika Teknologi dan Sains (Jinteks), 5(2): 271-276.

Penulis: Adam Rosdewanto, Fadilla Ramadhani, Farid Setiawan dan Fitriana Aisyatuzzahra


 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar