“Tanah Itu Hidup!” - Bagaimana Interaksi Antara Biodiversitas dan Sifat Kimia dalam Menentukan Kesuburan Tanah
Penulis: Patrick Yosua Pratama Sianturi dan Rakyan Ayu Mahagiani
Gambar 1. Ilustrasi sifat biologi dan kimia tanah (sumber: https://rhizebio.com)
Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah menghasilkan zat hara tanaman pada kondisi seimbang sehingga lahan dapat bersifat produktif dalam waktu dan kondisi tertentu akibat terjaganya sifat kimia, biologi, dan bahka fisika tanah. Kesuburan tanah dipengaruhi oleh faktor fisik, kimiawi, dan biologis yang berlangsung secara seimbang. Tanah yang umumnya menjadi media tumbuh memerlukan komponen-komponen pendukung sehingga dapat berperan menjadi pemasok hara dan media yang ideal baik bagi tanaman maupun seluruh makhluk hidup di permukaan bumi (Atman, 2020).
Kunci kesuburan tanah dapat diketahui dari komponen-komponen sifat tanah itu sendiri. Sifat-sifat tanah, seperti sifat fisika, biologi, dan kimia, saling berinteraksi dan mempengaruhi sehingga membentuk kualitas tanah yang dapat diukur sesuai dengan standar komponen masing-masing. Pada sifat kimia tanah, indikator kesuburan tanah yang biasa digunakan adalah tingkat kemasaman (pH), kandungan C-organik, dan Kapasitas Pertukaran Kation (KPK). Namun, diantara komponen tersebut, komponen kimia yang paling mudah ditentukan adalah pH dan KPK. Power of hydrogen atau pH adalah ukuran yang menunjukkan kandungan ion hidrogen yang menentukan sifat asam atau basa. Ketersediaan hara dan aktivitas biologi dapat terganggu ketika pH tanah memiliki kandungan basa atau asam yang terlalu tinggi. Hal tersebut kemudian dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman (Kadir et al., 2023). Keasaman tanah dipengaruhi oleh kejenuhan basa, koloid, dan kation terjerap. Koloid organik melepas ion H+ lebih mudah sehingga nilai pH-nya lebih rendah pada kejenuhan basa yang sama, sedangkan koloid hidrous oksida dan koloid yang kaya akan kation basa, seperti natrium (Na) melepas ion H+ lebih sulit sehingga menyebabkan pH lebih tinggi (Asril et al., 2022).
Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) didefinisikan sebagai kemampuan koloid untuk menahan dan menukarkan unsur hara. KPK dipengaruhi oleh tekstur, reaksi tanah, jenis pengapuran atau pemupukan, dan kandungan bahan organik. KPK tanah menyimpan dan menyediakan nutrisi dalam bentuk ion bagi tanaman sehingga dapat memberikan potensi kesuburan yang lebih tinggi (Salam, 2023). Ion-ion tersebut didapatkan dari kemampuan tanah untuk menjerap kation-kation basa, seperti Ca2+ atau Mg2+ yang memiliki fungsi esensial bagi tanaman. KPK tanah yang tinggi mengartikan bahwa tanah memiliki kemampuan untuk menjerap hara kation yang bermanfaat baik bagi tanah maupun organisme-organisme di dalamnya (Asril et al., 2022).
Sesuai dengan pemaparan yang telah disebutkan sebelumnya, sifat-sifat tanah saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain, tak terkecuali dengan interaksi sifat kimia dan biologi tanah. Keberadaan berbagai macam organisme yang hidup di dalam tanah dapat mempengaruhi sifat-sifat kimia di dalamnya. Kumpulan organisme atau yang biasa disebut dengan biodiversitas tanah, didefinisikan sebagai kumpulan variasi berbagai macam makhluk hidup yang menghuni kompleks tanah di permukaan bumi. Kumpulan makhluk hidup tersebut akan saling berinteraksi dan membentuk ekosistem tak kasat mata yang dapat menjadi indikasi biologis pada status kesuburan tanah (Kodwani & Akole, 2023). Secara tak kasat mata, terdapat ribuan bahkan jutaan makhluk hidup, utamanya mikroorganisme, yang saling berinteraksi dan membentuk mikro ekosistem di dalam tanah. Fakta ini didukung oleh FAO (2020) yang menyimpulkan bahwa tanah itu sebenarnya hidup, dalam artian bahwa tanah adalah objek alami yang kompleks dan menyimpan jutaan makhluk hidup di dalamnya.
Biodiversitas tanah mengatur komponen pH dan KPK dalam tanah. Kumpulan makhluk hidup tersebut berperan penting dalam mengatur nilai keasaman (pH) dan KPK. Konsep ini terjadi secara tidak langsung, namun akan menjadi indikator yang sangat penting di dalam dunia pertanian. Tingginya biodiversitas tanaman dipengaruhi oleh biomassa tanah. Jumlah biomassa yang semakin tinggi memungkinkan terjadinya peningkatan nilai biodiversitas tanah. Hal ini disebabkan oleh adanya proses dekomposisi yang menarik perhatian mikrobia dan pembentukan sistem aerasi yang baik oleh kehadiran cacing tanah atau organisme lain. Hasil dekomposisi biomassa tersebut kemudian akan menjadi bahan organik. Bahan organik kemudian akan melepaskan gugus kimia fungsional, seperti hidroksil dan karboksilat yang kemudian akan bereaksi dengan ion H+ dan menurunkan kemasaman tanah (Aprianti et al., 2024; Liu et al., 2021).
Biodiversitas tanah yang stabil dapat memberikan kestabilan pula untuk KPK tanah. Keberadaan mikroorganisme penstimulan pertumbuhan tanaman (Plant Growth Promoting Microorganisms/PGPM), seperti Arthrobacter dan Azospirillum diketahui dapat menghasilkan eksudat akar yang mengandung berbagai macam senyawa organik, salah satunya adalah asam organik (Hartmann & Six, 2023). Menurut Ma et al. (2022), asam organik yang dikeluarkan oleh eksudat akar dapat membentuk efek pelepasan ion K+ yang menyebabkan ion tersebut menjadi tersedia bagi tanaman. Selain itu, keberadaan bakteri pemfiksasi nitrogen, seperti Rhizobium dan Bradyrhizobium juga dapat menghasilkan ion NH4+ yang bermanfaat bagi tanaman. Kedua jenis mekanisme pelepasan kation tersebut tentunya akan meningkatkan status KPK dalam tanah. Mekanisme ini juga dapat terjadi pada kation lain, mengingat betapa kompleksnya kehidupan dalam tanah yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi kondisi tanah yang mereka tempati (Hartmann & Six, 2023; Ma et al., 2022).
Lantas, apa yang akan terjadi apabila suatu tanah memiliki keberagaman makhluk hidup yang tinggi? Akankah hal tersebut memberikan dampak yang semakin baik bagi tanah? Tingkat biodiversitas yang tinggi di dalam tanah memberikan banyak manfaat baik bagi kesuburan tanah itu sendiri maupun tanaman yang tumbuh di atasnya. Namun, perlu diketahui bahwa jumlah organisme yang terlalu tinggi, terutama pada populasi mikroorganisme, juga tidak baik bagi kualitas tanah itu sendiri. Kuzyakov & Xu (2013) telah mengamati bagaimana jumlah mikroorganisme yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi ekosistem di dalam tanah. Hasilnya, tingkat kepadatan yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kompetisi diantara mikroorganisme. Kehidupan mereka tidak lagi berjalan secara berkesinambungan dan saling menguntungkan, namun saling berkompetisi untuk mendapatkan makanan dan bertahan hidup. Jumlah mikroorganisme yang terlalu banyak juga dapat memunculkan mikroorganisme yang bersifat patogen sehingga akan memiliki resiko yang besar untuk mematikan organisme menguntungkan di dalam tanah dan menurunkan kualitas tanah itu sendiri (Wang er al., 2024). Oleh karena itu, meskipun keragaman organisme di dalam tanah dapat sangat bermanfaat, kestabilan jumlahnya tetap dibutuhkan.
Jumlah mikroorganisme yang terlalu tinggi tentunya dapat mempengaruhi kesuburan tanah dari segi nilai keasaman dan jumlah kation tertukarnya. Aktivitas mikrobia yang kurang menguntungkan bagi tanaman tidak akan memicu akar untuk mengeluarkan eksudat sehingga terjadi penurunan asam-asam organik di dalam tanah. Akibatnya, tanah akan cenderung menyerap kation-kation masam, seperti H+ dan Al3+ yang dapat membuat pH tanah menurun. KPK di dalam tanah mungkin akan memiliki nilai yang tidak berbeda jauh secara signifikan seperti tanah yang berada pada keadaan normal mengingat jumlah kationnya yang masih tinggi, yaitu adanya H+ dan Al3+. Namun, perlu diingat bahwa KPK efektif, yakni yang banyak menjerap hara-hara makro sekunder, seperti Ca2+ dan Mg2+, menurun akibat tingginya tingkat keasaman tanah. Hal tersebut akan membuat tanah menjadi semakin masam dan kekurangan hara-hara sekunder yang bersifat basa sehingga kualitas tanah menjadi turun dan pada tingkat tertentu dapat mengakibatkan kematian bagi tanaman yang hidup di atasnya (Harefa & Zebua, 2024).
Sifat kimia tanah dapat menjadi salah satu indikator penting yang digunakan untuk mengontrol kualitas tanah. Pada lingkup interaksi antara organisme dan pengaruhnya dengan sifat kimia tanah, terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan agar kualitas tanah dapat tetap stabil. Pertama, strategi pengelolaan tanah yang paling umum dan dapat dilakukan adalah dengan menerapkan sistem rotasi tanaman. Secara umum, pengolahan lahan dapat mempengaruhi struktur tanah melalui proses pembalikan tanah dan penambahan bahan penyubur. Cara tersebut akan menimbulkan ketidakseimbangan sifat kimia dan bahkan fisika tanah yang tentunya juga akan mempengaruhi biodiversitas tanah. Oleh karena itu, diperlukan tahapan lanjutan dalam pengelolaan lahan, salah satunya adalah melalui rotasi tanaman. Rotasi tanaman dapat menjaga kualitas tanah dengan adanya pemasukan dan pengurangan unsur hara yang stabil. Sebagai contoh, penanaman kedelai-jagung terbukti dapat menjaga kestabilan kualitas tanah. Kedelai termasuk ke dalam tanaman kacang-kacangan yang mampu bersimbiosis dengan bakteri pemfiksasi nitrogen sehingga hasil nitrogennya dapat digunakan untuk tanaman jagung di penanaman selanjutnya, sedangkan tanaman jagung sendiri dapat menghasilkan biomassa yang melimpah sebagai sumber bahan organik tanah. Jenis tanaman yang berbeda pada sistem rotasi akan mengambil jenis unsur hara pada kadar yang berbeda-beda pula sehingga tidak terjadi ketimpangan kadar hara di dalam tanah. Akibatnya, tanaman dan tanah menjadi lebih sehat dan memicu biodiversitas yang mampu menghasilkan kestabilan nilai pH dan KPK tanah (Al-Musawi et al., 2025). Cara yang kedua, yaitu penggunaan pupuk organik. Pupuk organik dapat memperbaiki KPK dan pH dengan menstabilkan kandungan bahan organik di dalam tanah pada kadar tertentu. Dengan adanya nilai pH dan KPK yang stabil, tanaman dapat tumbuh secara optimal dan memicu pengeluaran eksudat akar yang menjadi sumber makanan bagi kebanyakan mikroorganisme di dalam tanah (Arifin et al., 2017). Terakhir, pengaplikasian pupuk hayati pada kondisi tanah yang kurang subur diketahui juga dapat memperbaiki kesuburan tanah. Salah satu mikroorganisme yang menjadi andalan adalah bakteri Rhizobium. Rhizobium dapat membentuk hubungan dengan tanaman dan membentuk nodul-nodul pada akar untuk membantu proses fiksasi nitrogen sehingga dapat diserap oleh tanaman. Hal tersebut dapat memberikan manfaat yang besar bagi tanaman, mengingat nitrogen merupakan unsur terbesar yang dibutuhkan oleh tanaman. Oleh karena itu, keberadaan mikroorganisme pada jumlah tertentu dapat memperbaiki dan menjaga kesuburan tanah (Havlin et al., 2017).
Biodiversitas di dalam tanah dapat menjadi salah satu kunci penentu status kesuburan tanah. Makhluk-makhluk hidup tersebut, yang biasanya didominasi oleh mikroorganisme, akan saling berinteraksi dan mempengaruhi komponen-komponen lain di dalam tanah, tak terkecuali komponen kimia. Tingkat biodiversitas yang stabil menciptakan sistem yang saling berinteraksi dan berkesinambungan di dalam tanah. Berdasarkan dari sumber-sumber yang telah dipaparkan sebelumnya, kestabilan biodiversitas ini terbukti dapat menjaga kestabilan pH dan KPK, membuktikan adanya interaksi antara biodiversitas dan komponen kimia tanah.
Daftar pustaka:
Aprianti, Irma, Suwardji, Sukartono, Mulyati, dan I. G. M. Kusnarta. 2024. Perubahan sifat kimia tanah tercemar merkuri dengan berbagai modifikasi pemberian biochar dan tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides L.). Jurnal Sains Teknologi dan Lingkungan 10(2): 214-230.
Al-Musawi, Z. Kh., V. Vona, and I. M. Kulmany. 2025. Utilizing different crop rotation systems for agricultural and environmental sustainability: A review. Agronomy 15(8): 1-31.
Arifin, Z., L. E. Susilowati, dan B. H. Kusuma. 2017. Perubahan indeks kualitas tanah di lahan kering akibat masukan pupuk anorganik- organik. Agroteksos 26(2): 1-17.
Asril, M., Y. Nirwanto, T. Purba, L. Mpia, H. F. Rohman, A. S. A. Siahaan, E. Sitorus, Junairiah, T. T. Sa’adah, Triastuti, N. Sudarmi, Mahyati, dan mazlina. 2022. Ilmu Tanah. Yayasan Kita Menulis, Medan.
Atman. 2020. Peran pupuk kandang dalam meningkatkan kesuburan tanah dan produktivitas tanaman. Jurnal Sains Agro 5(1):1-12.
FAO. 2020. Soil biodiversity: the foundation for human life. FAO. Accessed on 5th September 2025 https://www.fao.org/global-soil-partnership/resources/highlights/detail/en/c/1309274/
Harefa, D. F. C. dan M. Zebua. 2024. Peran kapasitas tukar kation dalam mempertahankan kesuburan tanah pada berbagai jenis tekstur tanah. Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan 1(1): 165-170.
Hartmann, Martin and J. Six. 2023. Soil structure and microbiome functions in agroecosystems. Nature 4: 4-18.
Havlin, J. L., S. L. Tisdale, W. L. Nelson, and J. D. Beaton. 2017. Soil Fertility and Fertilizers. Pearson. Tamil Nadu, India.
Kadir, M., Z. Abidin, R. Mulyawan, T. Bachtiar, An. Yuniarti, S. Yusra, A. Citraresmi, E. T. Sofyan, B. Joy, dan O. Mulyani. 2023. Kesuburan tanah. Yayasan Kita menulis, Medan.
Kodwani, J. and S. Akole. 2023. Microbial diversity in soil. IJARESM 11(5): 1172-1177.
Kusumaningrum, S. I. 2019. Pemanfaatan sektor pertanian sebagai penunjang pertumbuhan perekonomian indonesia. Jurnal Transaksi 11(1):1-10.
Kuzyakov, Y. and X. Wu. 2013. Competition between roots and microorganisms for nitrogen: mechanisms and ecological relevance. New Phytologist 198: 656-669.
Ma, Wenming, S. Tang, Z. Dengzeng, D. Zhang, T. Zhang, and X. Ma. 2022. Root exudates contribute to belowground ecosystem hotspots: A review. Frontiers in Microbiology 13: 1-19.
Rhizebio. 2024. Soil biodiversity in focus: exploring microbial communities with Rhizebio. Rhizebio, USA. Accessed on 15th September 2025 https://rhizebio.com/2024/03/21/soil-biodiversity-in-focus-exploring-microbial-communities-with-rhizebio/ .
Salam, A. K. 2023. Pengantar Ilmu Kimia Tanah. Global Madani Press, Bandar Lampung.
Wang, X., Y. Chi, and S. Song. 2024. Important soil microbiota’s effects on plants and soils: a comprehensive 30-year systematic literature review. Frontiers in Microbiology 15: 1-17.
0 Komentar