Recents in Beach

August Edition - Carbon Footprint dan Lahan Gambut

 

Gambar 1.1 Ilustrasi Carbon Footprint

(Sumber : Limmathurotsakul et al., 2019)

            Telah menjadi pengetahuan umum, bahwa salah satu penyebab peningkatan suhu di bumi adalah “Greenhouse Gases” atau gas rumah kaca, melalui sebuah proses yang dapat dinamakan sebagai efek rumah kaca. Salah satu gas yang berkontribusi sebagai GHG adalah karbondioksida atau CO2. Kebanyakan masyarakat sekarang telah sadar bahwa peningkatan karbon di muka bumi disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya berasal dari perkembangan teknologi, seperti teknologi transportasi. Tetapi pernyataan tersebut tidak seratus persen benar, dalam kondisi yang sebenarnya, penyebab peningkatan karbon adalah segala aktivitas yang dapat menghasilkan karbon. Jumlah total karbon yang dikeluarkan oleh makluk hidup dipermukaan bumi ke atmosphere dapat diartikan sebagai “Carbon Footprint” atau dalam Bahasa Indonesia “jejak karbon” (Pertsova, 2007).

            Karbon sebagai salah satu unsur terpenting dalam penyusunan bahan-bahan organik, dapat menjadi penyebab pula peningkatan karbon dioksida apabila karbon tersebut terlepas ke atmosphere. Pelepasan karbon di atmosphere ini dapat terjadi melalui beberapa proses seperti pembakaran atau pendegradasian bahan-bahan organik yang terdapat di permukaan bumi (Wibowo, 2009). Kondisi peningkatan kadar karbon dioksida di atmosphere bukan sekedar pernyataan saja, tetapi benar-benar dapat dirasakan oleh seluruh makhluk hidup dipermukaan bumi.Sebagai contoh ialah penelitian yang melakukan perhitungan kadar karbon dioksida pada Bukit Kototabang dan juga perbandingan dengan kadar karbon dioksida secara global, di mana didapatkan grafik sebagai berikut (Pujiastuti, 2010).

Gambar 1.2 Konsentrasi rata-rata tahunan karbon dioksida di Bukit Kotobang dan global pada tahun 2005-2009

(Sumber : Pujiastuti, 2010).

Dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar karbon dioksida per tahunnya secara global. Adanya peningkatan karbon dioksida maka dapat menyebabkan efek rumah kaca yang diikuti oleh peningkatan suhu bumi. Peningkatan suhu bumi ini dapat memberikan efek-efek negatif terhadap beberapa bidang kehidupan manusia, salah satu bidang yang paling berpengaruh adalah agrikultur, khususnya di bidang produksi tanaman. Melalui peningkatan suhu akibat dari gas CO2 dapat menyebabkan terjadinya kekeringan dan kekurangan penggunaan air pada tanaman, sehingga mengurangi produktivitas untuk jenis-jenis tanaman tertentu (Sutoyo, 2011). Selain di bidang produksi tanaman, masalah-masalah mengenai karbon dioksida dapat ditemukan di bidang-bidang kehidupan manusia lainnya seperti kesehatan, ekonomi, dan bahkan politik.

Agar dapat terhindar dari dampak-dampak negatif yang diakibatkan oleh karbon dioksida dan pemanasan global, yang perlu dilakukan yaitu dengan pelaksanaan mitigasi.Proses mitigasi dapat mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepaskan ke atmosphere dengan cara menjaga dan menyimpannya di dalam permukaan bumi. Banyak cara mitigasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah karbon yang dilepaskan ke permukaan bumi, salah satu caranya adalah dengan menggunakan lahan gambut (Wibowo, 2009).

Gambar 1.3 Pemandangan lahan gambut

(Sumber: Ekonomi-Bisnis.com)

Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan gambut tropika terbesar di dunia, luas lahan gambut total di Indonesia dapat mencapai kurang lebih 21 juta hektar (Wibowo, 2009). Perlu diketahui bahwa lahan gambut merupakan lahan yang tersusun dari sisa sisa bahan organik, yang biasanya bahan organik tersebut adalah nabati atau tumbuhan.Maka dari itu, kandungan karbon pada lahan gambut sangat tinggi jika dibandingkan dengan lahan dengan jenis tanah yang lainnya. Secara alamiah, lahan gambut ini menyimpan karbon di dalamnya, dan menjaga karbon agar tetap berada di dalam lahan tersebut. Oleh sebab itu, dengan menggunakan lahan gambut yang telah dikonservasi secara khusus dapat bermanfaat untuk menjaga kandungan karbon, menambat karbon dioksida melalui tanaman di lahan gambut tersebut, serta dapat mengurangi jumlah karbon dioksida dan juga emisi karbon dioksida di permukaan bumi (Rahmat, 2010).

Gambar 1.4 Peta penyebaran lahan gambut menurut ketebalan gambut, 
resiko terbakar, dan tingkat deforestasi.
(Sumber : IFCA, 2007)

Telah diketahui bahwa mitigasi dengan lahan gambut merupakan salah satu metode untuk mengurangi emisi karbon dioksida, tetapi perlu diketahui bahwa pada lahan gambut tersebut merupakan tempat penyimpanan karbon dengan jumlah yang sangat banyak. Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa jumlah karbon yang terdapat pada lahan gambut di seluruh permukaan bumi adalah 329 hingga 525 Gt (35% total karbon yang berada di bumi) (Matby & Immirzi, 1993 in Murdiyarso & Suryadiputra, 2004). Maka dari itu, metode mitigasi melalui lahan gambut juga dapat dilihat sebagai pedang bermata dua yaitu apabila lahan gambut tersebut tidak dikelola dan dikonservasi dengan baik dan benar, akan menjadi sumber emisi karbondioksida terbesar dibandingkan dengan sumber emisi karbon dioksida yang lainnya.

 

 

Gambar 1.5 Sumber emisi CO2 pada lahan gambut yang mengakibatkan oksidasi pemadatan gambut mengakibatkan subsidensi dan kebakaran.

(Sumber : Wibowo, 2009)

            Banyak faktor yang dapat meningkatkan emisi karbon dioksida pada lahan gambut, yang pertama adalah penggunaan lahan tersebut secara sembarangan. Pertanian dan perkebunan yang dilakukan pada lahan gambut dapat menyebabkan peningkatan jumlah karbon dioksida apabila pengelolaan lahan dilakukan semena-mena, seperti penggundulan lahan gambut untuk membuat lahan-lahan perkebunan atau pertanian tersebut. Pada lahan-lahan penanaman tanaman seperti karet, kelapa sawit, dan jahe pada lahan gambut didapatkan emisi CO2 dengan rata-rata 410 hingga 500 mg/m2h2. Apabila dilihat dari angka tersebut tergolong tidak kecil, di mana perkebunan perkebunan tersebut biasanya dilakukan pada lahan yang berhektar-hektar (Jamaludin et al., 2020).

            Selain akibat pengelolaan dan penggunaan lahan, faktor kedua dapat mengakibatkan peningkatan emisi karbon dioksida pada lahan gambut ialah oksidasi yang dilakukan segera setelah sistem lahan gambut dilakukan drainase. Kemudian diikuti oleh terjadinya pemadatan dan subsiden di permukaan gambut, seperti pada gambar 1.4, dan diperburuk dengan adanya kebakaran pada lahan gambut.Emisi karbon dioksida yang diakibatkan oleh kebakaran lahan gambut tersebut pada tahun 1997 hingga 2006 diperkirakan sebesar 1.400 juta ton/tahun, di mana 90% dari emisi karbon dioksida lahan gambut tersebut terjadi di Indonesia (Wibowo, 2009).

            Langkah yang dapat dilakukan untuk menjadikan lahan gambut sebagai lahan untuk menyimpan karbon dan bukan menjadi sumber emisi karbon ialah dengan melalui proses konservasi dan menjaga lahan tersebut agar tidak terjadi kerusakan pada lahan. Apabila pada lahan gambut terjadi kerusakan, maka akan terjadi peningkatan emisi karbon dioksida pada lahan gambut tersebut. Mitigasi lahan gambut merupakan salah satu metode terbaik dan memiliki potensial tinggi untuk menangani peningkatan emisi karbon dioksida pada atmosphere bumi. Akan tetapi dalam mencapai hal tersebut tidak mudah.Perlu adanya kerja sama antar manusia, di mana manusia juga perlu memperhatikan dan menjaga kondisi lahan agar tetap asri.

 

Sumber Referensi:

Jamaludin, G. (2020). E., dan Anshari, GZ (2020). Emisi Karbon Dioksida (CO2) dari Pertanian Skala Kecil di Lahan Gambut. Jurnal Ilmu Lingkungan, 18(3), 582–588.

Limmathurotsakul, D., Sandoe, J. A., Barrett, D. C., Corley, M., Hsu, L. Y., Mendelson, M., Collignon, P., Laxminarayan, R., Peacock, S. J., & Howard, P. (2019). ‘Antibiotic footprint’as a communication tool to aid reduction of antibiotic consumption. Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 74(8), 2122–2127.

Murdiyarso, D., & Suryadiputra, I. N. N. (2004). Paket Informasi Praktis: Perubahan iklim dan peranan lahan gambut. Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia. Wetland International Indonesia Programme Dan Wildlife Habitat Canada. Bogor.

Pertsova, C. C. (2007). Ecological Economics Research Trends. Nova Publishers.

Pujiastuti, D. (2010). Analisis Efek Karbon Dioksida (Co2) Terhadap Kenaikan Temperatur Di Bukit Kototabangtahun 2005–2009. Jurnal Ilmu Fisika| Universitas Andalas, 2(2), 56–67.

Rahmat, M. (2010). Evaluasi manfaat dan biaya pengurangan emisi serta penyerapan karbon dioksida pada lahan gambut di HTI PT SBA WI. Jurnal Bumi Lestari, 10(2), 275–284.

Sutoyo, S. (2011). Masalah dan Peranan CO2 pada Produksi Tanaman. BUANA SAINS, 11(1), 83–90.

Wibowo, A. (2009). Peran lahan gambut dalam perubahan iklim global. Tekno Hutan Tanaman, 2(1), 19–28.


 

Posting Komentar

0 Komentar