Gambar 1. Kekeringan yang melanda di Indonesia
mengancam terjadinya kegagalan panen
(Sumber : Fathurrohman, 2021)
Secara umum kekeringan didefinisikan sebagai suatu keadaan kekurangan pasokan air pada daerah tertentu dengan rentang waktu yang panjang (Sujinah & Jamil, 2016). Kekeringan dikelompokkan menjadi kekeringan meteorologis, kekeringan hidrologis, dan kekeringan pertanian. Kekeringan meteorologis adalah kekeringan yang berkaitan dengan tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim. Kekeringan meteorologis mengakibatkan munculnya kekeringan pertanian. Kekeringan pertanian menyebabkan berkurangnya kandungan air dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan air pada tanaman sehingga dapat menyebabkan terjadinya gagal panen (Widyastuti et al., 2020).
Kekeringan pertanian juga disebabkan
oleh kekeringan hidrologis. Kekeringan hidrologis merupakan kekeringan yang
disebabkan berkurangnya pasokan air permukaan
dan air tanah (Widyastuti et al.,
2020). Sektor yang paling terdampak selama terjadinya kekeringan adalah
pertanian. Berkurangnya intensitas curah hujan menjadi faktor utama penurunan
hasil panen. Dalam beberapa dekade terakhir jumlah produksi pangan terutama
padi, jagung, dan kedelai mengalami penurunan akibat terjadinya El Niño dan
rendahnya curah hujan (Surmaini, 2016).
Gambar 2. Terjadi kemarau yang dipicu oleh
adanya fenomena El Niño
(Sumber : Sasongko, 2015)
Beberapa dampak kekeringan terhadap tanaman adalah berkurangnya perakaran dan perubahan sifat daun (bentuk, lapisan epikutikula, warna). Pada tanaman padi, cekaman kekeringan berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah isi, biomassa, dan hasil (Sujinah & Jamil, 2016). Kekeringan juga menimbulkan terjadinya perubahan pola perakaran dan keterlambatan pembungaan pada padi (Audebert et al., 2013). Secara umum, cekaman kekeringan memberikan pengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan luas daun dibanding perkembangan biomassa (Cabuslay et al., 2002).
Oleh karena itu, dilakukan
pemantauan dan prediksi kekeringan sebagai upaya untuk meminimalkan dampak
kekeringan yang cukup signifikan pada sektor pertanian. Pemantauan kekeringan
bertujuan untuk memperoleh informasi terkait kondisi spasial dan temporal
terkini. Kondisi spasial kekeringan tidak dapat diidentifikasi dengan baik,
kecuali tersedia stasiun pengamatan meteorologi yang terdistribusi merata di
semua wilayah. Di Indonesia, lembaga yang memantau dan menyediakan peta terkini
terkait kekeringan meteorologis adalah Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG). BMKG memberikan informasi kekeringan meteorologis menggunakan
metode SPI (Surmaini, 2016). SPI sering digunakan karena dapat memberikan
perbandingan yang relatif mudah pada tempat dan kondisi iklim yang berbeda
(Bordi et al., 2009).
Gambar 3. Indeks presipitasi terstandarisasi
(SPI) dari bulan Desember 2017 hingga Februari 2018
(Sumber : Ridwan, 2018)
Standard Precipitation Index (SPI) adalah sebuah metode yang dikembangkan untuk mendefinisikan dan monitoring kekeringan dari data time scale (skala temporal atau resolusi temporal) berdasarkan data historis curah hujan di wilayah tertentu. Di samping itu, SPI juga berfungsi untuk menentukan periode anomali dari kejadian basah. Indeks SPI dapat digunakan pada berbagai skala waktu 1, 3, 6, 12, dan maksimal 72 bulan, sehingga dapat melihat kondisi kekeringan yang terjadi dengan mudah di setiap daerah (Widyastuti et al., 2020).
Pada prinsipnya SPI menghitung peluang-peluang dari curah hujan untuk setiap skala waktu (bulanan). Dengan mencocokkan fungsi kepadatan peluang Gamma terhadap sebaran frekuensi jumlah curah hujan bulanan untuk setiap wilayah. Secara matematis SPI dihitung berdasarkan cumulative probability function dari kejadian hujan yang terjadi di stasiun tertentu. Data curah hujan historis pada satu titik dicocokan dengan distribusi gamma. Distribusi gamma digunakan karena telah dibuktikan mendekati distribusi curah hujan dengan cukup bagus. Selanjutnya, penyelesaian dilakukan dengan perhitungan estimasi likelihood dari parameter distribusi gamma yaitu, parameter α dan β (Widyastuti et al., 2020).
BMKG memberikan informasi pemantauan kekeringan dalam bentuk SPI dengan skala waktu satu bulan, persentase kelembaban tanah bulanan, dan hari tanpa hujan dan untuk wilayah Indonesia. Informasi tersebut disajikan dalam bentuk peta Indonesia atau peta per pulau dan diperbarui setiap bulan. Selain lembaga nasional seperti BMKG, ada juga lembaga internasional yang memberikan informasi kekeringan, yaitu United Stated Department of Agriculture-USDA (Departemen Pertanian, Amerika Serikat). Informasi tersebut tersedia secara global dan regional, misalnya untuk Asia tersedia untuk Asia Tenggara, China, Asia Tengah, dan Korea (Surmaini, 2016).
Musim kering selayaknya tidak
menjadi halangan untuk berproduksi dalam pertanian. Pembangunan fasilitas air
seperti sumur, embung dan waduk merupakan solusi mengatasi kekeringan, baik disebabkan
oleh faktor hidrologi dan meteorologi (Liu et
al., 2020). Saat terjadi musim hujan, air yang melimpah harus ditampung atau disimpan dengan memperbanyak
pembuatan embung dan waduk, lalu menutup rapat permukaan tanah dengan vegetasi.
Teknologi adaptasi untuk menanggulangi dampak kekeringan dapat dengan cara
penerapan biopori, sumur, embung dan waduk. Pembuatan lubang biopori ini
bertujuan untuk membuat air hujan cepat meresap ke dalam tanah ketika
terjadinya musim hujan. Adanya penerapan biopori juga meminimalisir tanah untuk
cepat kehilangan air pada saat musim kemarau. Pada pembuatan sumur, embung,
waduk diharapkan dapat menjadi alternatif sumber pengairan pada saat memasuki
musim kemarau.
Referensi :
Audebert, A., F. Asch, and M. Dingkuhn. 2013. Morphophysiological research on drought tolerance in rice at WARDA. Field screening in drought tolerance in crop plants with emphasis on rice. IRRI.
Bordi, I., K. Fraedrich, and A. Sutera. 2009. Observed drought and wetness trends in europe: an update. Hydrology and Earth System Sciences. 13(8): 1519-1530.
Cabuslay, G.S., O. Ito, and A.A. Alejar. 2002. Physiological evaluation of responses of rice (Oryza sativa L.) to water deficit. Plant Science. 163:815-827.
Fathurrohman. 2021. Ratusan Hektar Sawah Kekeringan di Musim Hujan. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2021.
Liu, S., J. Zhang, N. Wang, and N. Wei. 2020. Large-Scale Linkages of Socioeconomic Drought with Climate Variability and Its Evolution Characteristics in Northwest China. Advances in Meteorology, 2020.
Sasongko, J. P. 2015. El Nino Menguat, Kekeringan Parah Ancam Indonesia. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2021.
Sujinah, S. dan A. Jamil. 2016. Mekanisme respon tanaman padi terhadap cekaman kekeringan dan varietas toleran. Iptek Tanaman Pangan. 11(1): 1-8.
Surmaini, E. 2016. Pemantauan dan peringatan dini kekeringan pertanian di Indonesia. Jurnal Sumberdaya Lahan. 10(1): 37-50.
Widyastuti, R., M. P. Tambunan,
Taqyuddin, dan R. P. Tambunan. 2020. Pola sebaran kekeringan di Kecamatan Simpenan menggunakan metode SPI (Standardized Precipitation Index). Jurnal
Geosaintek. 6(1): 19-24.
0 Komentar