Recents in Beach

Menilik Desa Wadas, Desa Darurat Tambang!


Sumber: (Sucahyo, 2021)

Permasalahan mengenai pertambangan bahan material untuk pembangunan mega proyek waduk terbesar di Indonesia agaknya belum menemui titik terang. Desa Wadas Kecamatan Bener yang merupakan desa tempat penambangan bahan material berupa batu andesit dan tanah timbunan (uruk), menolak mentah-mentah untuk dijadikan kuari alias lokasi bakal tambang material tersebut.  Bukan membahas mengenai suatu legalitas atau mengenai lingkup sosial pada permasalahan tersebut, tulisan ini lebih mengarah pada aspek ilmu tanah dan aspek lingkungan. Pembahasan pertama mengenai, kekayaan batu andesit di Desa Wadas. 

Sumber: (Santoso, 2010)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ismail & Hendratno (2016) menyatakan bahwa Purworejo merupakan daerah yang masuk pada zona Pegunungan Kulon Progo, dimana pegunungan tersebut tersusun atas batuan yang berumur Eosen sampai Miosen. Urutan batuan dari umur tua ke mudanya ialah Formasi Nanggulan, Formasi Andesit Tua, Formasi Jonggrangan, Formasi Sentolo, dan Endapan Alluvial, dimana daerah Purworejo termasuk pada golongan Formasi Andesit Tua. Menurut Widagdo et al., (2016) menyatakan bahwa formasi Andesit Tua ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Nanggulan. Litologinya secara umum berupa breksi vulkanik berupa fragmen andesit, sisipan aliran lava andesit, aglomerat, serta batu pasir vulkanik. Hal inilah yang menyebabkan daerah Purworejo yang termasuk Zona Pegunungan Kulon Progo didominasi oleh batuan andesit. Seperti yang kita tahu bahwa batu andesit inilah yang akan digunakan sebagai material untuk pembangunan bendungan.

Pembahasan kedua, mengenai proses penambangan yang akan dilakukan. Melansir pemberitaan Kabarkota (2021), menyebutkan bahwa penambangan yang akan dilakukan akan menggunakan metode blasting (peledak dinamit). Kegiatan peledakan atau blasting merupakan kegiatan yang tidak asing dalam penambangan. Namun, dalam pelaksanaannya, blasting menimbulkan beberapa dampak negatif, diantaranya seperti getaran tanah. Getaran tanah adalag gerakan bumi yang terjadi akibat perambatan gelombang seismik (Busyairi & Oktaviani, 2012). Getaran tanah tersebut dapat menimbulkan efek negatif bagi tubuh tergantung terhadap besar kecilnya frekuensi yang ditimbulkan. Misalnya saat getaran tanah tersebut mencapai 6-10 Hz maka pada senyut jantung akan mengalami kejut ringan dan pemakaian O2 serta volume perdenyut akan sedikit berubah, kemudian, saat getaran tanah mencapai nilai 13-15Hz maka menimbulkan resonansi pada tenggorokan dan kesatuan otot serta tulang.

 Tidak hanya itu, dampak kebisingan yang ditimbukan juga dapat mengganggu masyarakat. Frekuensi suara atau kebisingan yang ditimbulkan saat melakukan peledakan bisa mencapai lebih dari 111,8 dB(A). Akibat dari adanya bising tersebut dapat mengganggu pendengaran seperti hilangnya oendengaran sementara, pendengaran berdengung, bahkan bisa kehilangan pendengaran permanen jika tingkat kebisingan mencapai batas toleransi. Dampak selanjutnya yang pasti ada yaitu tentang polusi udara akibat ledakan (Busyairi & Oktaviani, 2012). Seperti yang kita tahu, bahwa pada suatu ledakan pasti akan menimbulkan debu yang berterbangan yang akan mengganggu organ pernapasan manusia. Dalam pemberitaan Kabarkota (2021) tersebut juga menyampaikan sebenarnya kejadian penambangan itu buka kali pertama terjadi di desanya. Pada tahun 1988 silam sebenarnya sudah ada kegiatan penambangan yang terjadi. Namun, kegiatan penambangan tersebut menimbulkan bencana tanah longsor pada tiga titik hingga menyebabkan delapan korban yang meninggal.

Penambangan yang akan dilakukan tersebut menurut warga tentu merugikan dari pihak warga. Hal ini dikarenakan lahan yang akan ditambang merupakan lahan produktif bagi warga setempat. Berbagai komoditas seperti durian, kemukus, kopi dan cengkeh merupakan komoditas yang menonjol dan sudah menjadi mata pencaharian warga sekitar. Memang, tanah Desa Wadas tersebut tergolong sebagai tanah yang subur. Ditambah lagi, daerah tersebut termasuk daerah yang cukup tinggi dengan suhu yang memadai untuk penanaman tanaman perkebunan seperti komoditas yang telah disebutkan sebelumnya. Akan lebih baik, jika memang penambangan ini tetap dilakukan jangan sampai menganggu lahan pertanian dari warga dan diharapkan jauh dari pemukiman. Selain itu, penambangan harus memenuhi kaidah serta aturan yang yang sesuai agar lingkungan tidak rusak dan ekosistem disekitarnya tidak terganggu.

Sumber: (Dimas, 2020)

Berdasarkan pendapat Kusuma (2008), kegiatan penambangan yang baik dilakukan setelah suatu deposit bahan tambang dinyatakan layak untuk ditambang. Dalam eksploitasi diperlukan suatu pengelolaan yang berwawasan lingkungan. Hal ini berkaitan erat dengan teknik penambangan yang akan dipergunakan, termasuk pembuatan dan penempatan infrastruktur tambang. Dalam suatu kegiatan penambangan biasanya terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap eksploitasi dan terakhir, yang merupakan bagian tak terpisahkan, adalah tahap reklamasi/rehabilitasi lahan pasca penambangan.

Pada tahap persiapan biasanya didahului dengan kegiatan pengangkutan berbagai jenis peralatan tambang, termasuk bahan-bahan bangunan untuk pembuatan perkantoran, gudang, perumahan (jika ada) dan fasilitas-fasilitas tambang yang lain, pembukaan lahan (land-clearing), dan selanjutnya adalah pembuatan/pembukaan jalan tambang. Pada tahap eksploitasi, kegiatan yang dilakukan utamanya berupa penambangan/penggalian bahan tambang dengan jenis dan keterdapatan bahan tambang yang berbeda-beda. Dengan demikian teknik/tata cara penambangannya berbeda-beda pula dan harus memperhatikan beberapa hal agar dapat ditentukan teknik penambangan yang sesuai, sehingga dampak negatif terhadap lingkungan akibat kegiatan penambangan dapat dihindari atau ditekan sekecil mungkin (Kusuma, 2008).

Tahap yang terakhir yaitu reklamasi. Kegiatan reklamasi tidak harus menunggu sampai seluruh kegiatan penambangan berakhir. Reklamasi sebaiknya dilakukan secepat mungkin pada lahan bekas penambangan yang telah selesai dieksploitasi, walaupun kegiatan penambangan tersebut secara keseluruhan belum selesai karena masih terdapat deposit bahan tambang yang belum ditambang. Tujuan akhir dari reklamasi adalah untuk memperbaiki lahan bekas tambang agar kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi sehingga dapat dimanfaatkan kembali (Kusuma, 2008).

 

Referensi:

Anonim. 2021. Gempadewa tolak penambangan batu andesit di Desa Wadas. https://www.kabarkota.com/gempadewa-tolak-penambangan-batu-andesit-di-desa-wadas/. Diakses pada tanggal 10 Mei 2021

Busyairi, M., dan A. Oktaviani. 2012. Dampak peledakan (blasting) terhadap kesehatan kerja dan pemukiman penduduk di sekitar lokasi PT. Safhira Gifha Kota Bangun-Kutai Kartanegara. Proceding Seminar: 92-108.

Dimas. 2020. Panduan lengkap menanam dan membudidayakan durian. https://kutanam.com/cara-menanam-durian/. Diakses pada tanggal 16 Mei 2021.

Ismail, I., dan A. Hariyanto. 2016. Studi petrogenesis andesit di daerah Hargorojo dan sekitarnya, Kecamatan Bagelan, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Proceding, Seminar Nasional Kebumian ke-9 :594-611.

Kusuma, A.P. 2008. Menambang tanpa merusak lingkungan. Buletin Tata Ruang, Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

Santoso, A. 2010. Andesit. http://geografisekolah.blogspot.com/2010/08/atmosfer.html. Diakses pada tanggal 10 Mei 2021.

Sucahyo, N. 2021. Petani Wadas Bendung Cita-cita Jokowi Bangun Bendungan Tertinggi. https://www.voaindonesia.com/a/petani-wadas-bendung-cita-cita-jokowi-bangun-bendungan-tertinggi/5865267.html. Diakses pada tanggal 10 Mei 2021.

Widagdo, A., A. Pramumijoyo., A. Harijoko., dan A. Setiawan. 2016. Kajian pendahuluan kontrol struktur geologi terhadap sebaran batuan-batuan di daerah Pegunungan Kulonprogo-Yogyakarta. Proceding, Seminar Naional Kebumian Ke-9 :9-20.

Posting Komentar

0 Komentar