Permasalahan mengenai pertambangan bahan material untuk pembangunan mega proyek waduk terbesar di Indonesia agaknya belum menemui titik terang. Desa Wadas Kecamatan Bener yang merupakan desa tempat penambangan bahan material berupa batu andesit dan tanah timbunan (uruk), menolak mentah-mentah untuk dijadikan kuari alias lokasi bakal tambang material tersebut. Bukan membahas mengenai suatu legalitas atau mengenai lingkup sosial pada permasalahan tersebut, tulisan ini lebih mengarah pada aspek ilmu tanah dan aspek lingkungan. Pembahasan pertama mengenai, kekayaan batu andesit di Desa Wadas.
Sumber: (Santoso, 2010)
Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Ismail & Hendratno (2016) menyatakan bahwa Purworejo
merupakan daerah yang masuk pada zona Pegunungan Kulon Progo, dimana pegunungan
tersebut tersusun atas batuan yang berumur Eosen sampai Miosen. Urutan batuan
dari umur tua ke mudanya ialah Formasi Nanggulan, Formasi Andesit Tua, Formasi
Jonggrangan, Formasi Sentolo, dan Endapan Alluvial, dimana daerah Purworejo
termasuk pada golongan Formasi Andesit Tua. Menurut Widagdo et al., (2016) menyatakan bahwa formasi
Andesit Tua ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Nanggulan.
Litologinya secara umum
berupa breksi vulkanik
berupa fragmen andesit, sisipan aliran lava andesit, aglomerat, serta batu
pasir vulkanik. Hal inilah yang menyebabkan daerah Purworejo yang termasuk Zona
Pegunungan Kulon Progo didominasi oleh batuan andesit. Seperti yang kita tahu
bahwa batu andesit inilah yang akan digunakan sebagai material untuk
pembangunan bendungan.
Pembahasan kedua,
mengenai proses penambangan yang akan dilakukan. Melansir pemberitaan Kabarkota (2021), menyebutkan bahwa penambangan yang akan dilakukan akan menggunakan
metode blasting (peledak dinamit). Kegiatan
peledakan atau blasting merupakan
kegiatan yang tidak asing dalam penambangan. Namun, dalam pelaksanaannya, blasting menimbulkan beberapa dampak
negatif, diantaranya seperti getaran tanah. Getaran tanah adalag gerakan bumi
yang terjadi akibat perambatan gelombang seismik (Busyairi & Oktaviani,
2012). Getaran tanah tersebut dapat menimbulkan efek negatif bagi tubuh tergantung terhadap
besar kecilnya frekuensi yang ditimbulkan. Misalnya saat getaran tanah tersebut
mencapai 6-10 Hz maka pada senyut jantung akan mengalami kejut ringan dan
pemakaian O2 serta volume perdenyut akan sedikit berubah, kemudian, saat
getaran tanah mencapai nilai 13-15Hz maka menimbulkan resonansi pada
tenggorokan dan kesatuan otot serta tulang.
Tidak hanya itu, dampak kebisingan yang ditimbukan juga dapat mengganggu masyarakat. Frekuensi suara atau kebisingan yang ditimbulkan saat melakukan peledakan bisa mencapai lebih dari 111,8 dB(A). Akibat dari adanya bising tersebut dapat mengganggu pendengaran seperti hilangnya oendengaran sementara, pendengaran berdengung, bahkan bisa kehilangan pendengaran permanen jika tingkat kebisingan mencapai batas toleransi. Dampak selanjutnya yang pasti ada yaitu tentang polusi udara akibat ledakan (Busyairi & Oktaviani, 2012). Seperti yang kita tahu, bahwa pada suatu ledakan pasti akan menimbulkan debu yang berterbangan yang akan mengganggu organ pernapasan manusia. Dalam pemberitaan Kabarkota (2021) tersebut juga menyampaikan sebenarnya kejadian penambangan itu buka kali pertama terjadi di desanya. Pada tahun 1988 silam sebenarnya sudah ada kegiatan penambangan yang terjadi. Namun, kegiatan penambangan tersebut menimbulkan bencana tanah longsor pada tiga titik hingga menyebabkan delapan korban yang meninggal.
Penambangan yang akan dilakukan tersebut menurut warga tentu merugikan dari pihak warga. Hal ini dikarenakan lahan yang akan ditambang merupakan lahan produktif bagi warga setempat. Berbagai komoditas seperti durian, kemukus, kopi dan cengkeh merupakan komoditas yang menonjol dan sudah menjadi mata pencaharian warga sekitar. Memang, tanah Desa Wadas tersebut tergolong sebagai tanah yang subur. Ditambah lagi, daerah tersebut termasuk daerah yang cukup tinggi dengan suhu yang memadai untuk penanaman tanaman perkebunan seperti komoditas yang telah disebutkan sebelumnya. Akan lebih baik, jika memang penambangan ini tetap dilakukan jangan sampai menganggu lahan pertanian dari warga dan diharapkan jauh dari pemukiman. Selain itu, penambangan harus memenuhi kaidah serta aturan yang yang sesuai agar lingkungan tidak rusak dan ekosistem disekitarnya tidak terganggu.
Sumber:
(Dimas, 2020)
Berdasarkan pendapat Kusuma (2008), kegiatan
penambangan
yang baik dilakukan setelah suatu
deposit bahan tambang dinyatakan layak untuk ditambang. Dalam eksploitasi diperlukan suatu pengelolaan yang
berwawasan lingkungan. Hal ini berkaitan erat dengan teknik penambangan yang
akan dipergunakan, termasuk pembuatan dan penempatan infrastruktur tambang.
Dalam suatu kegiatan penambangan biasanya terdiri dari beberapa tahapan, yaitu
tahap persiapan, tahap eksploitasi dan terakhir, yang merupakan bagian tak
terpisahkan, adalah tahap reklamasi/rehabilitasi lahan pasca penambangan.
Pada tahap persiapan biasanya didahului dengan
kegiatan pengangkutan berbagai jenis peralatan tambang, termasuk bahan-bahan
bangunan untuk pembuatan perkantoran, gudang, perumahan (jika ada) dan
fasilitas-fasilitas tambang yang lain, pembukaan lahan (land-clearing), dan
selanjutnya adalah pembuatan/pembukaan jalan tambang. Pada tahap eksploitasi, kegiatan yang
dilakukan utamanya berupa penambangan/penggalian bahan tambang dengan jenis dan
keterdapatan bahan tambang yang berbeda-beda. Dengan demikian teknik/tata cara
penambangannya berbeda-beda pula
dan harus memperhatikan beberapa hal agar dapat ditentukan
teknik penambangan yang sesuai, sehingga dampak negatif terhadap lingkungan
akibat kegiatan penambangan dapat dihindari atau ditekan sekecil mungkin (Kusuma, 2008).
Tahap yang terakhir yaitu reklamasi. Kegiatan reklamasi
tidak harus menunggu sampai seluruh kegiatan penambangan berakhir. Reklamasi sebaiknya dilakukan
secepat mungkin pada lahan bekas penambangan yang telah selesai dieksploitasi,
walaupun kegiatan penambangan tersebut secara keseluruhan belum selesai karena
masih terdapat deposit bahan tambang yang belum ditambang. Tujuan akhir dari reklamasi adalah untuk
memperbaiki lahan bekas tambang agar kondisinya aman, stabil dan tidak mudah
tererosi sehingga dapat dimanfaatkan kembali (Kusuma, 2008).
Referensi:
Anonim.
2021. Gempadewa tolak penambangan batu andesit di Desa Wadas.
https://www.kabarkota.com/gempadewa-tolak-penambangan-batu-andesit-di-desa-wadas/.
Diakses pada tanggal 10 Mei 2021
Busyairi,
M., dan A. Oktaviani. 2012. Dampak peledakan
(blasting) terhadap kesehatan kerja dan pemukiman penduduk di sekitar lokasi
PT. Safhira Gifha Kota Bangun-Kutai Kartanegara. Proceding Seminar: 92-108.
Dimas. 2020. Panduan lengkap menanam dan membudidayakan durian.
https://kutanam.com/cara-menanam-durian/. Diakses pada tanggal 16 Mei 2021.
Ismail,
I., dan A. Hariyanto. 2016. Studi petrogenesis andesit di daerah Hargorojo dan
sekitarnya, Kecamatan Bagelan, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah.
Proceding, Seminar Nasional Kebumian ke-9 :594-611.
Kusuma, A.P. 2008. Menambang tanpa merusak
lingkungan. Buletin
Tata Ruang, Badan Geologi, Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral.
Santoso,
A. 2010. Andesit. http://geografisekolah.blogspot.com/2010/08/atmosfer.html.
Diakses pada tanggal 10 Mei 2021.
Sucahyo, N. 2021. Petani Wadas Bendung Cita-cita Jokowi Bangun Bendungan Tertinggi. https://www.voaindonesia.com/a/petani-wadas-bendung-cita-cita-jokowi-bangun-bendungan-tertinggi/5865267.html. Diakses pada tanggal 10 Mei 2021.
Widagdo, A., A. Pramumijoyo., A. Harijoko., dan A. Setiawan. 2016. Kajian pendahuluan kontrol struktur geologi terhadap sebaran batuan-batuan di daerah Pegunungan Kulonprogo-Yogyakarta. Proceding, Seminar Naional Kebumian Ke-9 :9-20.
0 Komentar