Degradasi lahan adalah suatu lahan pertanian yang produktivitasnya mengalami penurunan akibat kondisi lahan khususnya tanah permukaan (top soil) yang telah memburuk. Salah satu bentuk lahan terdegradasi adalah lahan tidur atau terlantar. Lahan tidur atau terlantar merupakan lahan pertanian yang pernah dimanfaatkan, namun karena lahannya kurang sesuai untuk pertanian sehingga menjadikan lahan tidak produktif dan tidak dimanfaatkan lagi atau menjadi terlantar. Akibat lanjut dari proses degradasi lahan adalah lahan kritis atau timbulnya areal-areal yang tidak produktif (Wahyunto dan Dariah, 2014) Definisi degradasi lahan yang lain adalah proses penurunan produktivitas lahan yang sifatnya sementara maupun tetap yang dapat dicirikan dengan penurunan sifat fisik, kimia dan biologi. Lahan kritis adalah salah satu bentuk lahan terdegradasi (Sitorus et al., 2011).
Degradasi lahan di Indonesia disebabkan oleh erosi air sebagai akibat curah hujan dengan jumlah dan intensitas yang tinggi terutama di Indonesia bagian barat. Selain itu, disebabkan karena adanya pengelolaan lahan kering berlereng yang tidak memperhatikan aspek konservasi tanah dan kelestarian lingkungan, serta pencemaran bahan kimia. Proses degradasi lahan yang disebabkan oleh erosi air dikategorikan sebagai degradasi erosif, yaitu proses degradasi yang berhubungan dengan pemindahan bahan atau material tanah oleh kekuatan air (Sitorus et al., 2011).
Tekstur tanah terutama fraksi debu
merupakan variabel yang cukup berkontribusi terhadap proses degradasi lahan
dibandingkan dengan fraksi pasir dan liat. Hal ini disebabkan karena debu
merupakan fraksi tanah yang paling mudah tererosi. Selain mempunyai ukuran yang
relatif halus, fraksi ini juga tidak mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan
(tanpa adanya bantuan bahan perekat/pengikat), karena tidak mempunyai muatan.
Jenis penggunaan lahan/vegetasi sangat berperan terhadap proses degradasi
lahan, karena terkait dengan persentase tutupan lahan. Pengaruh jenis
penggunaan lahan/vegetasi (faktor C) terhadap proses degradasi lahan yaitu
dapat mengurangi energi tumbukan air hujan, sehingga tidak mengenai tanah
secara langsung. Hal tersebut disebabkan oleh erosi, kehilangan unsur hara dan
bahan organik, terkumpulnya garam di daerah perakaran, terkumpulnya senyawa
bersifat racun/limbah, serta aktivitas pertambangan (Sitorus et al., 2011).
Erosi tanah adalah penyebab dari kemerosotan
tingkat produktivitas lahan DAS di bagian hulu. Hal tersebut mengakibatkan luas
dan kualitas lahan kritis semakin meluas. Penggunaan lahan berdasarkan daya
dukungnya tanpa diimbangi dengan upaya konservasi dan perbaikan kondisi lahan
akan menyebabkan degradasi lahan (Atmojo, 2006). Contoh kasus yaitu lahan di
daerah hulu dengan lereng curam yang hanya sesuai untuk hutan, apabila
mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian tanaman semusim maka akan rentan
terhadap bencana erosi atau tanah longsor.
Penggunaan agrokimia (pupuk dan
pestisida) yang tidak proporsional dapat berdampak pada tingkat pencemaran dan
kerusakan lingkungan pertanian. Pada tahun 1960-an, terjadi revolusi hijau yang
telah berhasil merubah pola pertanian dunia, yaitu dengan dikenalkannya
penggunaan agrokimia, baik berupa pupuk kimia maupun obat-obatan (insektisida).
Produksi pangan dunia meningkat dengan tajam dan berhasil mengatasi
kekhawatiran dunia terkait krisis pangan akibat adanya revolusi hijau.
Sementara itu, penggunaan agrokimia dapat pula berdampak negatif karena
berpotensi mengakibatkan pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian, menurunya
keanekaragaman hayati, ketidakberdayaan petani dalam pengadaan bibit, pupuk kimia,
serta menentukan komoditas yang akan ditanam (Atmojo, 2006). Pencemaran dan
kerusakan lingkungan pertanian juga dapat disebabkan karena kegiatan industri.
Perkembangan sektor industri berpotensi menimbulkan dampak negatif. Hal
tersebut dikarenakan adanya limbah cair, gas, dan padatan yang asing bagi
lingkungan pertanian. Dampak yang ditimbulkan berupa gas buang seperti belerang
dioksida sebagai penyebab hujan asam. Di samping itu, adanya limbah cair dengan
kandungan logam berat beracun (Pb, Ni, Cd, Hg) akan menyebabkan degradasi lahan
pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Atmojo, S. W. 2006.
Degradasi lahan & ancaman bagi pertanian. Solo Pos, 7.
Duniapcoid.
2022. Apa Itu Erosi. https://duniapendidikan.co.id/erosi/. Diakses pada tanggal 17 Oktober
2022.
Istanto, D. 2018. Pengertian dan Pengaruh Tekstur Tanah Terhadap Faktor
Erodibilitas. http://www.duaistanto.com/2018/01/pengertian-dan-pengaruh-tekstur-tanah.html.Diakses pada tanggal 16 Oktober 2022.
Krisnawati,
E. 2021. Mengenal Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia. https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/06/18/mengenal-hari-penanggulangan-degradasi-lahan-dan-kekeringan-sedunia. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2022.
Nasution,
A. Z. 2012. Pencemaran Tanah atau Soil
pollution. https://bangazul.com/pencemaran-tanah/. Diakses pada tanggal 17 Oktober
2022.
Sitorus,
S. R. P., B. Susanto., dan D. Haridjaja. 2011. Kriteria dan Klasifikasi Tingkat
Degradasi Lahan di Lahan Kering (Studi Kasus : Lahan Kering di Kabupaten
Bogor). Jurnal Tanah dan Iklim. 34: 66-83.
UAO.
2021. Pengertian dan Penyebab Erosi.
https://www.utakatikotak.com/Pengertian-dan-Penyebab-Erosi/kongkow/detail/21687. Diakses pada tanggal 14 Oktober
2022.
Wahyunto.,
dan A. Dariah. 2014. Degradasi Lahan di Indonesia: Kondisi Existing,
Karakteristik, dan Penyeragaman Definisi Mendukung Gerakan Menuju Satu Peta.
Jurnal Sumberdaya Lahan. 8(2): 81-93.
Widrializa.
2015. Pertanian Berkelanjutan Sebagai Implementasi Pembangunan Berkelanjutan. https://widrializa.blogspot.com/2015/11/pertanian-berkelanjutan-sebagai.html. Diakses pada tanggal 17 Oktober
2022.
0 Komentar