Skema Sumber Pencemaran pada Tanah
Sumber: Soriano (2014)
a.
Limbah Pertanian
Limbah
pertanian dihasilkan dari penggunaan bahan-bahan agrokimia seperti pupuk dan
pestisida pada lahan pertanian secara luas. Penggunaan pupuk dalam jumlah yang
tinggi menyebabkan unsur hara hanyut terbawa aliran permukaan dan erosi
sehingga berpotensi mencemari air tanah, air sungai, dan lingkungannya. Pupuk
ataupun pestisida menjadi sumber pencemar dikarenakan adanya logam berat yang
terkandung didalamnya, seperti As, Pb dan Cd yang ada dalam mineral batuan
fosfat dipindahkan ke pupuk super fosfat (Soriano, 2014).
Penggunaan
pupuk terkhusus pupuk anorganik yang berlebihan dapat mengurangi hasil sayuran
dan tanaman seiring berjalannya waktu. Kualitas karbohidrat dari tanaman
tersebut juga mengalami penurunan. Kandungan kalium yang berlebih di tanah
menurunkan kandungan vitamin C dan karoten pada sayuran dan buah-buahan.
Sayuran dan buah-buahan yang ditanam di atas tanah yang dibuahi lebih rentan
terhadap serangan serangga dan penyakit.
Penggunaan
pestisida dalam budidaya pertanian dapat menyisakan residu dalam tanah, air,
tanaman, dan beberapa diantaranya masih cukup berbahaya bagi kesehatan makhluk
hidup. Merkuri, kadmium, dan arsenik adalah unsur umum pestisida dan semua
logam berat ini beracun. Saat ini, DDT (dichlorodiphenyltricloroethane)
dan sejumlah senyawa organoklorin yang digunakan sebagai pestisida telah
dinyatakan berbahaya dan dilarang di Amerika Serikat dan Inggris dikarenakan
residunya dapat bertahan dalam tanah tanpa kehilangan toksisitasnya dalam waktu
yang lama. Organoklorin telah digantikan oleh pestisida organofosfat yang bukan
berarti sifatnya lebih aman, tetapi tidak meninggalkan residu sehingga tidak
mencemari tanah, namun justru lebih beracun (Soriano, 2014).
Waktu persistensi untuk beberapa jenis pestisida
Sumber: Soriano (2014)
Mengingat
logam tidak dapat terdegradasi, penumpukan di dalam tanah yang melebihi batas
karena penggunaan pupuk fosfat yang berlebihan akan berakibat toksik bagi
tanaman dan makhluk hidup lainnya. Aplikasi pestisida berlebihan dalam
penanganan hama tanaman dapat menghasilkan residu yang menimbulkan endocrine disrupting activities (EDs)
atau gangguan sistem endokrin (hormon reproduksi) manusia. Pestisida dari
golongan senyawa organik tergolong tahan/resisten terhadap fotolitik, degradasi
biologis dan kimia. Residu insektisida yang umum ditemukan mengandung senyawa
organofosfat, karbamat, piretroid, dan organoklorin (Kurnia & Sutrisno,
2008).
b.
Limbah Non Pertanian
Limbah
non pertanian atau limbah domestik berasal dari buangan sisa aktivitas rumah
tangga, aktivitas komersil, ataupun industri yang berbentuk cair, gas, atau
padat, seperti air bekas cucian, dapur, kamar mandi, dan toilet bahkan hasil dari fenomena alam (aktvitas geogenik) seperti letusan gunung berapi. Limbah cair
domestik memiliki kandungan air sebanyak 99,9% dan zat padat sebanyak 0,1%. Zat
padat tersusun oleh 85% protein, 25% karbohidrat, 10% lemak dan sisanya zat
anorganik terutama butiran pasir, garam-garam, dan logam (Doraja et al., 2012).
Skema Pencemaran Limbah Padat
Sumber: Moeckel et
al. (2020)
Aktivitas
industri pada umumnya menggunakan bahan baku utama dan pembantu berupa unsur
kimia yang mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)/logam berat. Apabila
limbah tersebut masuk ke sungai yang dimanfaatkan untuk mengairi lahan
pertanian, maka akan terjadi penimbunan B3 dalam tanah, kemudian unsur B3
tersebut dapat diserap tanaman dan terakumulasi dalam jaringan tanaman (Kurnia
& Sutrisno, 2008). Limbah industri dapat berupa limbah padat maupun limbah
cair. Contoh limbah industri padat yaitu sisa pengolahan pabrik gula, pulp,
kertas, rayon, dll. Limbah padat yang berbahaya seperti logam baterai, logam
berat dari industri peleburan dan pelarut organik harus mendapat perhatian
khusus karena dalam jangka panjang mengendap dan mencemari tanah dengan
mengubah sifat kimia dan biologinya. Contoh limbah industri cair yaitu sisa
pelapisan logam, tembaga, timbal, perak, krom, arsenik, dll (Muslimah, 2015).
Menurut
Soriano (2014), terdapat beberapa dampak pencemaran limbah non pertanian yaitu,
1.
Munculnya masalah drainase yang serius karena tersumbatnya saluran pembuangan
dan kebocoran saluran drainase yang
menyebabkan masalah kesehatan.
2.
Limbah padat telah sangat merusak pergerakan normal air sehingga menimbulkan
masalah genangan, kerusakan pondasi bangunan serta bahaya kesehatan masyarakat.
3.
Bau yang kurang sedap karena pembuangan limbah di suatu tempat sehingga terjadi
peningkatan aktivitas mikroba karena pembusukan mikroba pada limbah padat organik
menghasilkan metana dalam jumlah besar selain banyak bahan kimia yang mencemari
tanah dan air yang mengalir di permukaannya
4.
Ketika limbah padat tersebut berasal dari rumah sakit maka kemungkinan besar
terdapat patogen berbahaya di dalamnya selain obat-obatan, dan bekas jarum
suntik.
Doraja, P. H., M. Shovitri, dan N. D. Kuswytasari. 2012. Biodegradasi limbah domestik dengan menggunakan inokulum alami dari tangki septik. Jurnal Sains dan Seni ITS 1(1):44-47.
Fitriani,
N. A., G. Fadillah, dan R. Enriyani. 2018. Pengujian kualitas tanah sebagai
indikator cemaran lingkungan di sekitar pantai tanjung lesung, banten.
Indonesian Journal of Chemical Analysis 1(1):29-34.
Kurnia,
U. & N. Sutrisno. 2008. Strategi pengelolaan lingkungan pertanian. Jurnal Sumberdaya
Lahan 2(1):59-74.
Moeckel, Claudia.,K. Breivik., T. H. Nost., A. Sankoh., K. C. Jones., A. Sweetman. 2020. Soil pollution at a major West African E-waste recycling site: Contamination pathways and implications for potential mitigation strategies. Environment International. 137 (105563): 1-9.
Muslimah.
2015. Dampak pencemaran tanah dan langkah pencegahan. Agrisamudra 2(1):11-20.
Soriano, Maria C. Hernandez . 2014. Environmental Risk Assessment of Soil Contamination. IntechOpen.
0 Komentar