Recents in Beach

Berbagai Sumber Pencemaran Tanah dan Dampaknya bagi Makhluk Hidup dan Lingkungan

         Dewasa ini pencemaran lingkungan tidak bisa dihindari lagi, berbagai aktivitas manusia turut menyumbang bahan buangan atau limbah yang menjadi sumber pencemar. Pencemaran lingkungan merupakan suatu aktivitas yang menyebabkan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau perubahan tatanan lingkungan oleh aktivitas manusia atau proses alam yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Zat atau bahan yang menyebabkan terjadinya pencemaran disebut polutan. Suatu zat dapat dikatakan sebagai polutan apabila keberadaanya merugikan makhluk hidup oleh karena jumlahnya yang melampaui batas, berada pada waktu yang tidak tepat, serta berada pada waktu yang tidak tepat. Polutan bersifat merusak untuk sementara dan merusak dalam jangka waktu yang lama (Muslimah, 2015).

Skema Sumber Pencemaran pada Tanah

Sumber: Soriano (2014)

Semakin banyak sumber-sumber pencemaran yang dapat mempengaruhi kualitas tanah dimana sumber pencemaran tersebut tidak jauh dari kehidupan kita sehari-hari. Sumber pencemar tanah umumnya juga berasal dari sumber pencemar udara dan sumber pencemar air. Sumber pencemaran tanah. Ketika zat berbahaya atau beracun mengontaminasi permukaan tanah, maka zat tersebut dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Apabila zat tersebut masuk ke dalam tanah maka zat tersebut dapat mengendap sebagai zat kimia beracun dalam tanah (Fitriani et al., 2018). Sumber pencemar tanah dapat berasal dari limbah pertanian dan non pertanian.

a. Limbah Pertanian

Limbah pertanian dihasilkan dari penggunaan bahan-bahan agrokimia seperti pupuk dan pestisida pada lahan pertanian secara luas. Penggunaan pupuk dalam jumlah yang tinggi menyebabkan unsur hara hanyut terbawa aliran permukaan dan erosi sehingga berpotensi mencemari air tanah, air sungai, dan lingkungannya. Pupuk ataupun pestisida menjadi sumber pencemar dikarenakan adanya logam berat yang terkandung didalamnya, seperti As, Pb dan Cd yang ada dalam mineral batuan fosfat dipindahkan ke pupuk super fosfat (Soriano, 2014).

Penggunaan pupuk terkhusus pupuk anorganik yang berlebihan dapat mengurangi hasil sayuran dan tanaman seiring berjalannya waktu. Kualitas karbohidrat dari tanaman tersebut juga mengalami penurunan. Kandungan kalium yang berlebih di tanah menurunkan kandungan vitamin C dan karoten pada sayuran dan buah-buahan. Sayuran dan buah-buahan yang ditanam di atas tanah yang dibuahi lebih rentan terhadap serangan serangga dan penyakit.

Penggunaan pestisida dalam budidaya pertanian dapat menyisakan residu dalam tanah, air, tanaman, dan beberapa diantaranya masih cukup berbahaya bagi kesehatan makhluk hidup. Merkuri, kadmium, dan arsenik adalah unsur umum pestisida dan semua logam berat ini beracun. Saat ini, DDT (dichlorodiphenyltricloroethane) dan sejumlah senyawa organoklorin yang digunakan sebagai pestisida telah dinyatakan berbahaya dan dilarang di Amerika Serikat dan Inggris dikarenakan residunya dapat bertahan dalam tanah tanpa kehilangan toksisitasnya dalam waktu yang lama. Organoklorin telah digantikan oleh pestisida organofosfat yang bukan berarti sifatnya lebih aman, tetapi tidak meninggalkan residu sehingga tidak mencemari tanah, namun justru lebih beracun (Soriano, 2014).

Waktu persistensi untuk beberapa jenis pestisida

Sumber: Soriano (2014)

Mengingat logam tidak dapat terdegradasi, penumpukan di dalam tanah yang melebihi batas karena penggunaan pupuk fosfat yang berlebihan akan berakibat toksik bagi tanaman dan makhluk hidup lainnya. Aplikasi pestisida berlebihan dalam penanganan hama tanaman dapat menghasilkan residu yang menimbulkan endocrine disrupting activities (EDs) atau gangguan sistem endokrin (hormon reproduksi) manusia. Pestisida dari golongan senyawa organik tergolong tahan/resisten terhadap fotolitik, degradasi biologis dan kimia. Residu insektisida yang umum ditemukan mengandung senyawa organofosfat, karbamat, piretroid, dan organoklorin (Kurnia & Sutrisno, 2008).

b. Limbah Non Pertanian

Limbah non pertanian atau limbah domestik berasal dari buangan sisa aktivitas rumah tangga, aktivitas komersil, ataupun industri yang berbentuk cair, gas, atau padat, seperti air bekas cucian, dapur, kamar mandi, dan toilet bahkan hasil dari fenomena alam (aktvitas geogenik) seperti letusan gunung berapi. Limbah cair domestik memiliki kandungan air sebanyak 99,9% dan zat padat sebanyak 0,1%. Zat padat tersusun oleh 85% protein, 25% karbohidrat, 10% lemak dan sisanya zat anorganik terutama butiran pasir, garam-garam, dan logam (Doraja et al., 2012).

Skema Pencemaran Limbah Padat

Sumber: Moeckel et al. (2020)

Aktivitas industri pada umumnya menggunakan bahan baku utama dan pembantu berupa unsur kimia yang mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)/logam berat. Apabila limbah tersebut masuk ke sungai yang dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian, maka akan terjadi penimbunan B3 dalam tanah, kemudian unsur B3 tersebut dapat diserap tanaman dan terakumulasi dalam jaringan tanaman (Kurnia & Sutrisno, 2008). Limbah industri dapat berupa limbah padat maupun limbah cair. Contoh limbah industri padat yaitu sisa pengolahan pabrik gula, pulp, kertas, rayon, dll. Limbah padat yang berbahaya seperti logam baterai, logam berat dari industri peleburan dan pelarut organik harus mendapat perhatian khusus karena dalam jangka panjang mengendap dan mencemari tanah dengan mengubah sifat kimia dan biologinya. Contoh limbah industri cair yaitu sisa pelapisan logam, tembaga, timbal, perak, krom, arsenik, dll (Muslimah, 2015).

Menurut Soriano (2014), terdapat beberapa dampak pencemaran limbah non pertanian yaitu,

1. Munculnya masalah drainase yang serius karena tersumbatnya saluran pembuangan dan  kebocoran saluran drainase yang menyebabkan masalah kesehatan.

2. Limbah padat telah sangat merusak pergerakan normal air sehingga menimbulkan masalah genangan, kerusakan pondasi bangunan serta bahaya kesehatan masyarakat.

3. Bau yang kurang sedap karena pembuangan limbah di suatu tempat sehingga terjadi peningkatan aktivitas mikroba karena pembusukan mikroba pada limbah padat organik menghasilkan metana dalam jumlah besar selain banyak bahan kimia yang mencemari tanah dan air yang mengalir di permukaannya

4. Ketika limbah padat tersebut berasal dari rumah sakit maka kemungkinan besar terdapat patogen berbahaya di dalamnya selain obat-obatan, dan bekas jarum suntik.

 Nah, seperti itulah berbagai macam sumber pencemaran dan resiko yang bisa muncul akibat keberadaan bahan kontaminan. Tak hanya berbahaya bagi tumbuhan namun juga berdampak serius pada manusia dalam jangka waktu yang panjang. Maka dari itu, penting bagi kita untuk memahami bagaimana pengaruh suatu bahan terhadap lingkungan yang dihasilkan dari aktivitas kita sehari-hari demi terjaganya lingkungan terkhusus tanah yang merupakan unsur esensial dalam kehidupan. 


 Referensi:

Doraja, P. H., M. Shovitri, dan N. D. Kuswytasari. 2012. Biodegradasi limbah domestik dengan menggunakan inokulum alami dari tangki septik. Jurnal Sains dan Seni ITS 1(1):44-47.

Fitriani, N. A., G. Fadillah, dan R. Enriyani. 2018. Pengujian kualitas tanah sebagai indikator cemaran lingkungan di sekitar pantai tanjung lesung, banten. Indonesian Journal of Chemical Analysis 1(1):29-34.

Kurnia, U. & N. Sutrisno. 2008. Strategi pengelolaan lingkungan pertanian. Jurnal Sumberdaya Lahan 2(1):59-74.

Moeckel, Claudia.,K. Breivik., T. H. Nost., A. Sankoh., K. C. Jones., A. Sweetman. 2020. Soil pollution at a major West African E-waste recycling site: Contamination pathways and implications for potential mitigation strategies. Environment International. 137 (105563): 1-9. 

Muslimah. 2015. Dampak pencemaran tanah dan langkah pencegahan. Agrisamudra 2(1):11-20.

Soriano, Maria C. Hernandez . 2014. Environmental Risk Assessment of Soil Contamination. IntechOpen.

Posting Komentar

0 Komentar